COX'S BAZAAR, BANGLADESH (voa-islam.com) - Sedikitnya dua Muslim Rohingya tewas setelah kapal mereka tenggelam dalam perjalanan ke Bangladesh.
Menurut komandan lokal Penjaga Perbatasan Bangladesh, Letnan Kolonel Ariful Islam, pada hari Ahad (8/10/2017) kapal tersebut terbalik dekat Shah Porir Dwip, di mulut Sungai Naf, batas maritim antara Bangladesh dan Myanmar.
Dia mencatat bahwa jenazah seorang anak laki-laki dan seorang wanita tua sejauh ini telah ditemukan dalam operasi penyelamatan yang sedang berlangsung, sambil menambahkan bahwa jumlah mereka yang hilang tidak diketahui.
Insiden tenggelam baru-baru ini hanyalah serangkaian terbaru dari tragedi laut yang melibatkan pengungsi Rohingya.
Pada tanggal 28 September, sebuah kapal yang membawa sekitar 80 pengungsi tenggelam, menyebabkan 28 orang tewas dan sejumlah besar hilang.
Sebelumnya pada bulan September, 46 mayat ditemukan kembali setelah kapal lain tenggelam di perairan antara Myanmar dan Bangladesh.
Sementara itu, badan anak-anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) telah menyuarakannya kekhawatiran akan situasi kemanusiaan Muslim Rohingya yang malang, yang berusaha melepaskan diri dari tindakan keras pemerintah di Myanmar.
UNICEF mencatat bahwa sekitar 150 ribu perempuan dan anak-anak sangat membutuhkan dukungan kemanusiaan.
Lembaga bantuan juga mengatakan bahwa mereka membutuhkan lebih dari $ 500 juta untuk memenuhi kebutuhan orang-orang Rohingya yang tinggal di kamp pengungsi Cox's Bazar di Bangladesh.
Tentara Myanmar memperbarui tindakan keras berdarah pada populasi etnis minoritas pada bulan Agustus, dengan sejumlah insiden pembunuhan dan pemerkosaan pria dan wanita Muslim yang terdokumentasi.
Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) juga mengumumkan keadaan darurat tingkat-3 untuk menangani situasi tersebut, sambil meminta lebih banyak dana dan dukungan dari masyarakat internasional.
Pada hari Sabtu, seorang pejabat tinggi PBB mengatakan bahwa membangun sebuah mega kamp pengungsi untuk Muslim Rohingya di Bangladesh akan menghadapi risiko kesengsaraan kesehatan dan keamanan.
Pihak berwenang di Myanmar, yang dipimpin oleh pemimpin de facto Aug San Suu Kyi, telah mengendalikan akses ke Rakhine sejak Agustus, ketika serangan militer oleh Rohingya memicu sebuah respon militer yang brutal yang telah memaksa lebih dari 515.000 orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh.
Tindakan keras tersebut, yang didukung oleh biksu Budha radikal, telah menyebabkan sejumlah desa Rohingya yang terbakar dan hancur total.
Pemerintah Myanmar membantah kewarganegaraan penuh kepada Muslim Rohingya, menyebut mereka imigran ilegal dari Bangladesh.
Saksi dan kelompok hak asasi manusia telah melaporkan serangan sistematis, termasuk pemerkosaan, pembunuhan dan pembakaran, di tangan tentara dan massa Budha terhadap Rohingya. (st/ptv)