JALUR GAZA, PALESTINA (voa-islam.com) - Dua pemuda Palestina telah meninggal akibat luka yang mereka alami selama tindakan brutal militer Israel terhadap demonstrasi massa anti-pendudukan di Jalur Gaza dalam beberapa pekan terakhir.
Mahmoud Wahba, 17, yang telah terluka oleh penembak jitu Israel di Gaza pada 1 April, meninggal pada Senin (23/4/2018) pagi, Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan.
Menurut saudaranya, petugas medis memberi tahu mereka tentang kematian Mahmoud hanya beberapa jam setelah mereka mendapat izin untuk membawanya ke luar negeri untuk perawatan.
Korban lainnya, Abdullah Shamali, 20, meninggal semalam karena "luka tembak di perutnya" yang terjadi pada hari Jum'at di Rafah, dekat pagar yang memisahkan Gaza dari tanah yang diduduki Israel, menurut kementerian tersebut.
Dia adalah salah satu dari lima demonstran Palestina, termasuk remaja berusia 15 tahun, yang diidentifikasi sebagai Mohammed Ibrahim Ayyoub, yang tewas atau terluka parah di Gaza pada hari Jum'at.
Korban jiwa baru-baru ini membawa jumlah korban tewas menjadi 40 akibat penggunaan kekuatan mematikan Israel sejak dimulainya protes di sepanjang perbatasan Gaza pada 30 Maret.
Lebih dari 4.000 orang sejauh ini terluka, menurut Kementerian Kesehatan Palestina. Lebih dari 700 orang menderita luka-luka di dekat pagar perbatasan pada hari Jum'at, tambahnya.
Demonstrasi tersebut telah menyebabkan bentrokan dengan pasukan Israel, yang menggunakan amunisi tajam terhadap pengunjuk rasa tak bersenjata.
Tel Aviv telah mengizinkan penembak jitunya untuk menembak orang-orang Palestina yang berkumpul di dekat pagar.
Unjuk rasa tersebut, dijuluki "Great March of Return," akan berlangsung hingga 15 Mei, yang bertepatan dengan ulang tahun ke-70 Hari Nakba (Day of Malastrophe) ketika Israel diciptakan.
Rezim Tel Aviv menduduki Tepi Barat, Yerusalem Timur al-Quds dan bagian dari Dataran Tinggi Golan Suriah selama Perang Enam Hari pada tahun 1967.
Kemudian mencaplok Yerusalem Timur al-Quds dalam sebuah langkah yang tidak diakui oleh masyarakat internasional.
Israel diharuskan untuk mundur dari semua wilayah yang disita dalam perang di bawah Resolusi Dewan Keamanan PBB 242, yang diadopsi beberapa bulan setelah Perang Enam Hari, pada November 1967, tetapi rezim Tel Aviv tidak mau mematuhi dan tetap menentang keputusan tersebut. (st/ptv)