LONDON, INGGRIS (voa-islam.com) - Para aktor, pembuat film, artis dan jurnalis telah mendesak bioskop Inggris untuk memboikot festival film yang disponsori pemerintah Israel.
Menurut Artis untuk Palestina Inggris, Maxine Peake, Liam Cunningham, Juliet Stevenson dan Helena Kennedy QC adalah di antara 36 pembuat film dan yang lain yang menandatangani surat yang diterbitkan hari Rabu (9/5/2018) di the Guardian memprotes penyelenggaraan Festival Film dan TV Israel Seret London di bioskop Inggris karena keterlibatan dari Kedutaan Besar Israel.
Para penandatangan juga termasuk direktur pemenang penghargaan "In Between", salah satu film yang diprogram oleh festival yang disponsori Israel; Maysaloun Hamoud, seorang Palestina berkewargaan Israel, telah menarik filmnya, menyatakan: "Saya tidak ingin film saya, atau nama saya, digunakan untuk menggambarkan citra Israel sebagai sebuah 'perpaduan budaya dan agama'.
Teks lengkap dari surat yang diterbitkan di the Guardian adalah sebagai berikut:
"Sementara sejumlah besar pengunjuk rasa tak bersenjata di Gaza tewas atau cacat akibat impunitas oleh penembak jitu Israel, minggu ini Festival Film dan TV Israel Seret London, yang disponsori bersama oleh kedutaan Israel dan Organisasi Zionis Dunia, akan menempati tempat-tempat di London, Brighton dan Edinburgh. Ini akan menggunakan daya tarik bioskop untuk mempromosikan Israel sebagai 'perpaduan budaya dan agama'.
Israel dengan sengaja dan secara rutin menyangkal kebebasan media untuk orang Palestina. Pada tanggal 6 April, juru kamera Palestina Yaser Murtaja dibunuh oleh seorang sniper Israel ketika dia memfilmkan "Great March of Return" di Gaza. Pada hari yang sama enam jurnalis foto lain yang mengenakan jaket pers terluka oleh militer Israel. Sejak itu fotografer Ahmed Abu Hussein telah ditembak mati. Ini bukan sebuah anomali. Tahun lalu pasukan Israel menyerang 139 wartawan dan menahan 33 lainnya. Dalam 27 kasus mereka menghancurkan atau mensabotase peralatan. Mereka menutup 17 media. Jurnalis Palestina dan pembuat film dengan demikian menjadi korban penganiayaan sistematis berdasarkan etnis mereka.
Seni, media, dan budaya sedang digunakan untuk memberikan wajah yang tampak diterima untuk sebuah realitas yang brutal. Kami, para pembuat film, jurnalis dan seniman, menyerukan kepada sinema, media, dan institusi budaya kami untuk menegakkan standar etika dasar: mereka harus menolak menyediakan platform untuk perayaan nasional yang disponsori oleh rezim yang bersalah atas pelanggaran hak asasi manusia skala besar dan sistematis." (st/MeMo)