KABUL, AFGHANISTAN (voa-islam.com) - Afghanistan telah mengumumkan gencatan senjata selama sepekan dengan kelompok pejuang Taliban selama Idul Fitri, yang menandai berakhirnya bulan suci Ramadhan.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mentweet pada hari Kamis (7/6/2018) bahwa gencatan senjata akan berlangsung "dari tanggal 27 Ramadhan sampai hari kelima Idul Fitri," periode yang jatuh pada 12-19 Juni.
Bagaimanapun, seorang juru bicara Taliban mengatakan kepada AFP bahwa mereka masih "memeriksa dengan pejabat kami" mengenai pengumuman gencatan senjata tersebut.
Perkembangan itu terjadi beberapa hari setelah lebih dari 2.000 ulama Afghanistan mengeluarkan fatwa atau keputusan agama yang melarang pengeboman dan menuntut Taliban menerima tawaran perdamaian pemerintah untuk mencegah pertumpahan darah lebih lanjut.
Satu jam setelah seruan tersebut, sebuah serangan bom menewaskan 14 orang di luar tempat berkumpulnya para ulama di Kabul. Kelompok afiliasai Islamic State (IS) Afghanistan menyatakan berbertanggung jawab atas insiden tersebut.
Ghani menyambut baik keputusan para ulama , dengan mengatakan, "Pemerintah Afghanistan tidak hanya mendukung pengumuman fatwa dengan suara bulat oleh para ulama (ulama), tetapi juga mendukung gencatan senjata yang direkomendasikan."
"(Pada) saat yang sama, pemerintah Afghanistan mengarahkan semua pasukan keamanan dan pertahanan negara ... untuk menghentikan semua serangan terhadap Taliban, tetapi operasi akan terus berlanjut terhadap Islamic State , Al-Qaidah dan jaringan teroris (baca;jihad) internasional lainnya," dia menambahkan.
Ghani juga mengklaim bahwa gencatan senjata "adalah kesempatan bagi Taliban untuk mengintrospeksi bahwa kampanye kekerasan mereka tidak memenangkan hati dan pikiran mereka tetapi lebih jauh mengasingkan rakyat Afghanistan dari perjuangan mereka."
Kembali pada bulan Februari, presiden Afghanistan menawarkan untuk memungkinkan Taliban untuk membangun dirinya sebagai partai politik dan mengatakan dia akan bekerja untuk menghapus sanksi terhadap kelompok jihad tersebut, di antara insentif lain jika bergabung dengan pemerintah dalam perundingan perdamaian "tanpa prasyarat."
Sebagai imbalannya, para jihadis harus mengakui pemerintahan Kabul dan menghormati aturan hukum.
Namun tawaran tersebut dipandang sebelah mata oleh Taliban yang saat ini tengah berada "di atas angin" dalam pertempuran melawan pasukan pemerintah dan sekutunya dari kekuatan asing.
AS dan sekutunya menyerbu Afghanistan dengan kedok perang melawan teror. Sekitar 17 tahun kemudian, kelompok Taliban terus meningkatkan kampanye kekerasan di seluruh negeri, menargetkan pasukan keamanan Afghanistan dan asing dalam serangan berdarah.
Baru-baru ini, IS juga memanfaatkan kekacauan dan membangun pijakan di Afghanistan timur dan utara.
Islamic State meningkatkan serangannya di negara yang dilanda perang itu setelah kehilangan pangkalannya di Irak dan Suriah meskipun kehadiran ribuan pasukan asing di tanah Afghanistan. (st/ptv)