UNI EMIRAT ARAB (voa-islam.com) - Uni Emirat Arab pada hari Ahad (1/7/2018) mengumumkan jeda dalam serangan yang mereka dukung terhadap pemberontak Syi'ah Houtsi di kota pelabuhan Yaman, Hodeidah, untuk memberikan kesempatan bagi upaya perdamaian PBB.
"Kami menyambut upaya berkelanjutan oleh Utusan Khusus PBB, Martin Griffiths, untuk mencapai penarikan tanpa syarat Houtsi dari kota dan pelabuhan Hodeida," kata Menteri Urusan Luar Negeri Uni Emirat Arab Anwar Gargash di Twitter.
"Kami telah menghentikan kampanye kami untuk memungkinkan cukup waktu agar opsi ini sepenuhnya dieksplorasi. Kami berharap dia akan berhasil."
Pengumuman ini muncul setelah Griffiths bertemu dengan Presiden Abdu Rabbo Mansour Hadi, yang pasukannya berperang melawan pemberontak Syi'ah Houtsi untuk menguasai kota pelabuhan Laut Merah, awal pekan ini.
Hadi menuntut penarikan penuh pemberontak kaki tangan Iran itu dari kota, yang telah menjadi sasaran serangan militer selama berminggu-minggu oleh pemerintah Yaman dan sekutu regionalnya, yang dipimpin oleh UEA di lapangan.
Sumber-sumber diplomatik mengatakan bahwa Griffiths telah mendorong Syi'ah Houtsi untuk menyerahkan kendali atas pelabuhan ke PBB dan ada beberapa laporan yang mereka sepakati.
Griffiths berbicara dengan para pemimpin pemberontak Syi'ah Houtsi di Sanaa dan pemerintah yang diakui secara internasional yang berbasis di Aden - yang didukung oleh koalisi yang dipimpin Saudi - dan mengatakan bahwa kedua belah pihak dapat memulai kembali pembicaraan setelah vakum dua tahun.
Kedua belah pihak dapat dibawa ke meja perundingan dalam beberapa minggu ke depan "paling lambat", kata Griffiths kepada Radio PBB.
Dia menginginkan Dewan Keamanan PBB untuk membuat rencana minggu depan dan menyajikannya kepada faksi-faksi yang bertikai.
Pemberontak Syi'ah Houtsi telah menguasai kota barat Hodeidah, dan pelabuhannya, sejak 2014, ketika mereka mengusir pemerintah Hadi keluar dari ibu kota dan menyita sebagian besar wilayah Yaman utara.
Pada 13 Juni, UEA dan sekutu-sekutunya, termasuk Arab Saudi, melancarkan operasi militer besar-besaran - dijuluki "Kemenangan Emas" - untuk mengusir pemberontak proxy Iran itu keluar dari pelabuhan Hodeidah.
Hodeida adalah jalur vital untuk membantu populasi Yaman, tetapi sekarang dikepung oleh pasukan pemerintah yang didukung UEA yang telah menjadikan kota sebagai prioritas. Sekitar 70 persen impor ke Yaman, di mana delapan juta orang menghadapi kelaparan, mengalir melalui pelabuhan tersebut.
Syi'ah Houtsi yang kini terdesak baru-baru ini menawarkan agar Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatur pelabuhan Hodeida, sambil menunggu "gencatan senjata keseluruhan" di kota yang dikuasai pemberontak itu. Hal ini telah diterima oleh kedua belah pihak, kata Griffiths, menambahkan bahwa peran PBB akan dimulai "segera setelah semua pihak" secara resmi setuju. Perang pecah di Yaman pada September 2014, ketika pemberontak Syi'ah Houtsi menyerbu ibukota Sana'a dan menguasai sebagian besar wilayah berpenduduk mayoritas Sunni tersebut. (st/TNA)