ADEN, YAMAN (voa-islam.com) - Pertempuran mematikan baru di kota pelabuhan penting Yaman, Hodeidah, telah menewaskan 10 pejuang, kata seorang pejabat dan sumber medis kepada AFP, Sabtu (1/12/2018).
Seorang pejabat di pasukan pro-pemerintah mengatakan, pertempuran meletus di timur dan selatan kota Laut Merah, Jum'at.
Bentrokan terus terjadi pada hari Sabtu, penduduk Hodeidah mengatakan kepada AFP melalui telepon.
Kekerasan itu terjadi setelah kunjungan ke kota itu bulan lalu oleh utusan PBB Martin Griffiths untuk mendesak pembicaraan yang ditujukan untuk mengakhiri perang.
Pelabuhan Hodeidah dipegang oleh pemberontak Syi'ah Houtsi dan berfungsi sebagai pintu masuk untuk hampir semua impor dan bantuan kemanusiaan di negara itu.
Kepala bantuan PBB Mark Lowcock pada Sabtu memperingatkan bahwa negara itu "di ambang bencana besar." Komentarnya muncul setelah bentrokan mematikan di kota pelabuhan Laut Merah, Hodeidah, yang vital bagi aliran bantuan kemanusiaan.
Pasukan pemerintah Yaman yang diakui secara internasional meluncurkan serangan untuk mengambil Hodeidah pada bulan Juni, tetapi pasukannya telah menangguhkan serangan di tengah upaya diplomatik yang kuat.
Namun bentrokan sporadis terus berlanjut sejak gencatan senjata yang rapuh dimulai pada 13 November.
Sumber-sumber medis pada hari Sabtu mengkonfirmasi mayat delapan pemberontak Syi'ah kaki tangan Yaman itu telah dipindahkan ke rumah sakit. Dua petempur di jajaran pasukan pro-pemerintah juga tewas, menurut sumber medis di rumah sakit di daerah yang dipegang oleh para loyalis.
Eskalasi terjadi hanya beberapa hari sebelum pembicaraan perdamaian yang diusulkan diselenggarakan oleh Swedia, yang didukung oleh koalisi dan pemberontak Syi'ah Houtsi.
Sekjen PBB Antonio Guterres, bagaimanapun, telah mengecilkan jadwal awal Desember dan mengatakan dia berharap pembicaraan akan dimulai "tahun ini."
"Tapi, seperti yang Anda tahu, ada beberapa kemunduran," katanya pada hari Kamis. Riyadh telah menyatakan keprihatinannya atas serangan roket pemberontak Syi'ah Houtsi di wilayah Saudi, sementara Houtsi meminta jaminan bahwa delegasi mereka akan dapat pergi dengan aman dan kembali ke Yaman.
Pembicaraan sebelumnya yang direncanakan pada September di Jenewa gagal dimulai karena delegasi pemberontak Syi'ah Houtsi tidak pernah meninggalkan ibukota Yaman Sana'a, dengan alasan bahwa PBB tidak dapat menjamin pengembalian mereka secara aman.
Jika syarat-syarat dipenuhi, semua pihak pada prinsipnya setuju untuk menghadiri perundingan di Swedia, termasuk pemerintah Presiden yang diakui secara internasional di Yaman, Abdu Rabbu Mansour Hadi. (st/AN)