View Full Version
Selasa, 09 Apr 2019

7 Orang Demonstran Anti Pemerintah Kembali Tewas dalam Bentrokan dengan Polisi Sudan

KHARTOUM, SUDAN (voa-islam.com) - Aktivis di balik demonstrasi anti-pemerintah di Sudan mengatakan pada hari Selasa (9/4/2019) bahwa pasukan keamanan telah menewaskan sedikitnya tujuh orang, termasuk seorang perwira militer, dalam upaya lain untuk membubarkan aksi duduk di luar markas militer di ibukota.

Sarah Abdel-Jaleel, juru bicara Asosiasi Profesional Sudan (SPA), mengatakan bentrokan meletus Selasa pagi antara pasukan keamanan dan pengunjuk rasa yang berkemah di depan kompleks di Khartoum sejak akhir pekan.

Kematian terbaru itu membuat jumlah total orang yang terbunuh oleh pasukan keamanan sejak Sabtu menjadi 15.

Abdel-Jaleel mengatakan setidaknya 30 pengunjuk rasa terluka dalam kekerasan itu. Seorang juru bicara pemerintah tidak menanggapi panggilan telpon untuk berkomentar.

Komite Sentral Dokter Sudan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa setidaknya dua orang tewas dan beberapa lainnya cedera dalam bentrokan itu.

Saksi mata mengatakan pasukan pemerintah telah berusaha untuk membubarkan aksi duduk yang dilakukan oleh demonstran anti-rezim di luar markas tentara.

"Sekitar pukul 2 pagi, para milisi yang mengendarai kendaraan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) mulai menyerang para demonstran," Ramy Osman, seorang demonstran, mengatakan kepada Anadolu Agency.

Dia mengatakan serangan meningkat dua jam kemudian, mendorong pasukan militer untuk campur tangan, memicu tembakan dengan para penyerang.

Pemrotes lain yang memilih untuk tidak disebutkan namanya mengatakan tentara telah mengizinkan ratusan pemrotes memasuki markas untuk perlindungan.

Pada hari Senin, Menteri Dalam Negeri Bushara Aror mengatakan tujuh orang tewas dan 2.496 ditangkap selama protes anti-pemerintah akhir pekan lalu.

Aror mengatakan kepada parlemen bahwa 15 warga sipil juga terluka, serta 42 anggota pasukan keamanan, menurut kantor berita pemerintah SUNA.

Perundingan dimulai setelah SPA menyerukan unjuk rasa yang meluas dan pawai di markas tentara pada hari Sabtu, peringatan ke-34 tahun pemberontakan 1985 yang menggulingkan pemerintahan Gaafar Nimeiry yang saat itu adalah presiden.

Militer memindahkan Nimeiry sebelum menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah terpilih, yang pada gilirannya digulingkan oleh Omar al-Bashir dalam kudeta pada tahun 1989.

Negara Afrika Timur itu telah menyaksikan protes yang berlangsung sejak Desember 2018, ketika kenaikan tajam dalam harga roti dan bahan bakar menyebabkan protes publik yang menyebabkan seruan untuk mengakhiri 30 tahun pemerintahan Presiden Bashir.

Ekonomi negara kaya minyak itu sangat terpengaruh ketika ia berpisah dengan Sudan Selatan pada 2011, dan pemerintah saat ini menghadapi krisis ekonomi sementara juga memerangi beberapa kelompok pemberontak. (st/DS)


latestnews

View Full Version