PARIS (voa-islam.com) - Kebencian terhadap jurnalis yang dilakukan oleh pemimpin populis dan otoriter merosot menjadi kekerasan di seluruh dunia, pengawas media Reporters Without Borders (RSF) memperingatkan pada hari Kamis ini (18/4/2019).
Dan jumlah negara di mana jurnalis dapat bekerja dengan aman menurun, ungkap Indeks Kebebasan Pers Sedunia.
Permusuhan para pemimpin politik terhadap media telah memicu semakin seringnya aksi kekerasan yang telah memicu tingkat ketakutan dan bahaya yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi jurnalis, laporan itu menambahkan.
"Jika debat politik meluncur ke atmosfer ala perang saudara, di mana wartawan diperlakukan sebagai kambing hitam, maka demokrasi berada dalam bahaya besar," kata kepala RSF, Christophe Deloire.
Kebebasan pers dalam kesehatan yang baik di kurang dari seperempat dari 180 negara yang dicakup oleh indeks, dengan Amerika Serikat meluncur ke posisi ke-48.
Periode sejak pemilihan Presiden Donald Trump pada 2016 telah menjadi salah satu momen paling gelap komunitas jurnalisme Amerika, tambah laporan itu.
Ini mengaitkan "retorika anti-pers terkenal" dengan pelecehan yang mengerikan yang ditujukan terutama pada wanita dan jurnalis kulit berwarna.
"Belum pernah ada wartawan AS yang menjadi sasaran banyak ancaman pembunuhan atau begitu sering berpaling ke perusahaan keamanan swasta untuk mendapat perlindungan," tambahnya.
"Kebencian terhadap media sekarang sedemikian rupa sehingga seorang pria bersenjata masuk ke ruang berita Capital Gazette di Annapolis, Maryland, pada Juni dan menewaskan empat wartawan dan satu anggota staf lainnya," tambah laporan itu.
Pengawas yang berbasis di Paris ini khawatir bahwa gelombang pasang pemimpin kuat tampaknya tidak lagi tahu batas, mengutip pembunuhan mengerikan kolumnis Saudi, Jamal Khashoggi di Istanbul.[fq/voa-islam.com]