View Full Version
Jum'at, 31 May 2019

HRW Kecam ‘Outsourcing' Prancis Atas Persidangan Tersangka Anggota IS yang Ditahan di Irak

AMERIKA SERIKAT (voa-islam.com) - Human Rights Watch (HRW) pada hari Jumat (31/5/2019) mengecam "outsourcing" Prancis atas persidangan tersangka anggota kelompok Islamic State (IS) yang ditahan di Irak di mana tujuh warga negaranya telah dihukum mati pekan ini.

Dua dari mereka "menatakan mereka disiksa atau dipaksa untuk mengaku," kata kelompok pengawas yang bermarkas di New York itu dalam sebuah pernyataan.

"Prancis dan negara-negara lain tidak seharusnya melakukan outsourcing manajemen tersangka terorisme mereka ke sistem peradilan yang kejam," kata penjabat direktur HRT Timur Tengah, Lama Fakih.

"Negara-negara ini seharusnya tidak duduk bermalas-malasan sementara warga negara mereka dipindahkan ke negara di mana hak mereka untuk peradilan yang adil dan perlindungan dari penyiksaan dirusak."

Pengadilan Baghdad menjatuhkan hukuman mati pada seorang warga Prancis pada hari Rabu karena bergabung dengan IS, sehingga menambah jumlah jihadis Prancis yang dihukum mati di Irak.

Yassin Sakkam termasuk di antara 12 warga negara Prancis yang diserahkan kepada pemerintah Irak pada Januari oleh pasukan yang didukung AS yang mengusir kelompok itu dari benteng terakhirnya di Suriah.

Hukuman Sakkam datang meskipun Prancis menegaskan kembali penentangannya terhadap hukuman mati pekan ini. Irak telah menahan ribuan jihadis dalam beberapa bulan terakhir setelah mereka ditangkap di negara tetangga Suriah.

Mereka termasuk ratusan orang asing yang dicurigai sebagai anggota IS, yang menimbulkan pertanyaan apakah mereka harus diadili di wilayah tersebut atau dipulangkan.

Prancis telah lama menegaskan bahwa warga negara dewasa yang ditangkap di Irak atau Suriah harus diadili di hadapan pengadilan setempat, sambil menekankan penentangannya terhadap hukuman mati. Hukum Irak menetapkan hukuman mati bagi siapa pun yang bergabung dengan "kelompok jihad" - bahkan mereka yang tidak mengangkat senjata.

HRW mengatakan pihaknya telah mendokumentasikan kasus-kasus interogator Syia Irak “menggunakan berbagai teknik penyiksaan, termasuk memukuli para tersangka di telapak kaki mereka, yang secara internasional dikenal sebagai 'falaka,' dan water boarding, yang tidak akan meninggalkan bekas luka pada tubuh orang tersebut.”

Ini juga mengutuk "kegagalan rutin sistem peradilan Irak untuk menyelidiki tuduhan penyiksaan dengan kredibel."

Dalam semua kecuali satu kasus yang diamati oleh HRW sejak 2016, persidangan terdiri dari "hakim yang mewawancarai terdakwa secara singkat, biasanya hanya mengandalkan pengakuan, yang sering dipaksa, tanpa perwakilan hukum yang efektif."

Sebuah kelompok yang mewakili keluarga jiadis Prancis telah meminta pemerintah di Paris untuk "melakukan segala yang mungkin untuk menghentikan rangkaian hukuman mati yang fatal ini" dan untuk mengadili mereka "di tanah kami."

Pada hari Selasa, Menteri Luar Negeri Jean-Yves Le Drian mengatakan Prancis meningkatkan upaya untuk menghentikan Irak mengeksekusi mereka yang dihukum.

Baghdad mengklaim kemenangan atas IS di Irak pada tahun 2017 tetapi "kekhalifahan" lintas-batas kelompok itu hanya dihilangkan ketika para milisi yang didukung AS menaklukkan wilayah terakhirnya di Suriah pada bulan Maret. (st/Aby)


latestnews

View Full Version