KAIRO, MESIR (voa-islam.com) - Sejumlah dokter Mesir mendesak pihak berwenang untuk memberlakukan karantina dua pekan di seluruh negeri untuk mengekang penyebaran penyakit COVID-19 di tengah lonjakan kasus.
Kepala Sindikat Medis Mesir (EMS) Dr. Hussein Khairy dan kepala Sindikat Medis Kairo, Sherine Ghaleb, mengirim surat kepada pemerintah untuk mengusulkan karantina penuh.
Dalam surat itu, para dokter menekankan perlunya jam malam yang komprehensif selama sisa Ramadhan.
Mereka mengakui bahwa tindakan itu mungkin keras, tetapi diharapkan akan menyebabkan pelambatan penyebaran virus.
Khairy mengatakan: "Kami telah menemukan bahwa orang tidak menganggap serius penyakit fatal ini."
Para dokter menjelaskan bahwa penutupan penuh akan memberikan pukulan yang cepat dan signifikan terhadap virus, menambahkan bahwa jika tidak ada tindakan yang diambil untuk mengekang pandemi, akan ada lonjakan besar dalam kasus.
Pemerintah tidak mengomentari surat itu, dan para dokter mengatakan mereka belum menerima tanggapan resmi.
Mesir telah melihat lonjakan infeksi COVID-19 selama dua hari terakhir. Pada hari Sabtu, Departemen Kesehatan mengumumkan 488 infeksi baru dan 11 kematian baru.
Dalam berita terkait, Medical Syndicate mengumumkan kematian asisten direktur untuk pengobatan preventif, Dr. Ahmed Ezzat Deraz, setelah tertular virus Corona, menjadikannya dokter kesembilan di negara itu yang meninggal karena penyakit baru itu.
Syndicate berduka atas kematian Deraz mengatakan dia meninggal saat melakukan tugasnya meskipun sudah tua dan menderita penyakit kronis.
Sementara itu, Pusat Informasi dan Pendukung Keputusan Kabinet Mesir (IDSC) mengklaim bahwa tingkat kematian nasional turun meskipun pandemi virus Corona.
Pusat mengumumkan bahwa pada bulan April, 42.144 kematian dicatat, dibandingkan dengan 43.303 pada April 2019 dan 43.399 pada April 2018.
Pandemi tidak mempengaruhi tingkat kematian nasional yang turun 2,8 persen pada bulan April, menurut IDSC.
IDSC menekankan bahwa tingkat kematian virus Corona di Mesir masih "dalam batas aman dibandingkan dengan negara-negara di seluruh dunia". (AA)