TRIPOLI, LIBYA (voa-islam.com) - Seorang juru bicara untuk operasi militer GNA di Sirte dan Jufra menolak pernyataan Sisi menyebutnya sebagai "pelanggaran mencolok dan deklarasi perang terhadap Libya," bersumpah bahwa pasukannya akan melanjutkan operasi mereka untuk membebaskan wilayah dari "teroris dan tentara bayaran dan pendukung mereka".
Ashraq Al-Awsat hari Senin (22/6/2020) mengutip perkataan jubir yang tidak disebutkan namanya itu mengatakan bahwa pasukan pemerintah sedang menunggu perintah dari Fayyez Al-Sarraj, pemimpin GNA dan juga sebagai komandan tertinggi tentara Libya, untuk memulai operasi di Sirte.
Sebelumnya pada hari Ahad, pemerintah Kesepakatan Nasional Libya (GNA), yang dipimpin oleh Fayez al-Sarraj, menolak apa yang digambarkan sebagai "deklarasi perang" oleh Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi setelah ia memperingatkan pasukan pemerintah sah Libya agar tidak maju di kota Sirte.
Dalam apa tanggapan resmi GNA pertama terhadap ancaman Sisi, Dewan Presiden GNA menekankan bahwa mereka adalah satu-satunya perwakilan sah negara Libya.
Berbicara atas nama negara Libya, dikatakan bahwa "campur tangan dalam urusan internalnya dan melanggar kedaulatannya, baik melalui pernyataan media oleh beberapa negara atau oleh presiden Mesir, ditolak dan dianggap sebagai tindakan bermusuhan dan deklarasi perang."
Mengomentari deklarasi Sisi bahwa kota Sirte dan al-Jufra adalah "garis merah", dewan mengatakan: "Seluruh Libya adalah garis merah. Ini adalah garis merah yang ditarik oleh darah para martir, bukan pernyataan yang berapi-api. ”
"Kami sendiri menentukan waktu dan tempat bagi operasi militer kami untuk membebaskan wilayah kami dan memaksakan otoritas negara di seluruh negara," tambahnya dalam referensi tersirat bahwa ia akan terus maju dengan operasinya melawan Tentara Nasional Libya gadungan (LNA) di Sirte dan al-Jufra.
"Negara-negara itu lebih baik beralih ke masalah mereka sendiri dan ancaman keamanan di tanah mereka sendiri," tegasnya, memperingatkan "bahaya dari gangguan apa pun dalam urusan kita, yang akan membuat kestabilan kawasan itu dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya."
Ia menyerukan kepada masyarakat internasional untuk memikul tanggung jawabnya terhadap "eskalasi" semacam itu, dengan mengatakan ia menyambut mediasi dari kekuatan netral dan melalui upaya PBB, bukan melalui "inisiatif sepihak yang bias terhadap penjahat". (AA)