LONDON, INGGRIS (voa-islam.com) - Peluncur rudal Israel telah dikirim ke pemimpin milisi pemberontak Libya Khalifa Haftar oleh Uni Emirat Arab, sumber yang dekat dengan pasukan panglima perang itu mengungkapkan ke layanan berbahasa Arab The New Arab.
Lima peluncur roket LYNX Israel, yang dikembangkan dan diproduksi oleh Industri Militer Israel (IMI), dimasukkan dalam kumpulan senjata dan peralatan militer terbaru yang dikirim ke jenderal yang berbasis di timur Libya oleh UEA.
Negara Teluk itu dianggap sebagai salah satu pendukung militer terbesar dari konfederasi milisi pemberontak Libya pimpinan Haftar dan tentara bayaran asing yang dikenal sebagai Tentara Nasional Libya gadungan (LNA).
Peluncur roket tersebut dapat digunakan oleh milisi Haftar saat mereka gunakan melawan Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui secara internasional dalam pertempuran kecil.
Pasukan Haftar melancarkan serangan untuk merebut Tripoli dari GNA pada April 2019. Kampanyenya gagal pada Juni tahun ini ketika milisi yang bersekutu dengan GNA yang didukung Turki berada di atas angin, memukul mundur pasukannya dari pinggiran Tripoli dan kota-kota barat lainnya.
Ini bukan pertama kalinya UEA memasok senjata Israel kepada sekutunya Haftar.
Abu Dhabi telah memasok milisi Haftar sejumlah pesawat tak berawak buatan Israel, sumber pribadi sebelumnya mengungkapkan kepada layanan berbahasa Arab The New Arab.
Beberapa laporan bantuan rahasia Israel ke Haftar telah muncul selama beberapa tahun terakhir, termasuk pelatihan milisi pro-Haftar dalam "perang jalanan" oleh militer Israel pada 2019.
UEA juga menjadi perantara kesepakatan dengan badan intelijen Israel Mossad untuk memberi pasukan Haftar bantuan militer termasuk senapan sniper dan peralatan penglihatan malam.
Pasukan Haftar mendapat dukungan internasional dari UEA, Mesir, Rusia, dan Arab Saudi.
Kekacauan di Libya yang kaya minyak telah memburuk dalam beberapa bulan terakhir karena dukungan asing semakin turun tangan, meski berjanji sebaliknya.
Faksi-faksi yang bersaing pada 21 Agustus mengumumkan gencatan senjata di seluruh negara kaya minyak itu, namun, ketegangan tetap ada dan banyak yang skeptis kesepakatan itu akan berlaku.