KOLOMBO, SRI LANKA (voa-islam.com) -Pemerintah Sri Lanka telah mencabut larangan kontroversial atas penguburan jenazah orang-orang yang kematiannya disebabkan oleh penyakit COVID-19, kata juru bicara kementerian kesehatan.
Larangan itu dicabut pada hari Jum'at (26/2/2021) setelah berbulan-bulan protes terutama oleh kelompok Muslim dan tekanan internasional.
Pada Maret tahun lalu, pemerintah memberlakukan peraturan yang menyebutkan jenazah korban COVID-19 hanya bisa dikremasi atau membakar mayat hingga menjadi abu.
Aturan tersebut melarang penguburan, dengan mengklaim virus dapat menyebar dengan mencemari air tanah.
Tetapi kelompok Muslim bersikeras bahwa keputusan pemerintah tidak memiliki dasar ilmiah dan ingin larangan tersebut dicabut karena mengkremasi jenazah bertentangan dengan keyakinan Islam mereka.
Pada hari Rabu, anggota parlemen Muslim mendesak Perdana Menteri Pakistan Imran Khan yang mengunjungi negara itu untuk membicarakan masalah ini dengan para pemimpin politik Sri Lanka.
Ketua Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia (OHCHR), Michelle Bachelet, juga merujuk masalah tersebut dalam pernyataannya di Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, Rabu.
“Kebijakan kremasi paksa terhadap korban COVID-19 telah menyebabkan penderitaan dan kesusahan bagi komunitas minoritas Muslim dan Kristen,” ujarnya.
Kelompok Muslim pada hari Selasa juga mengadakan protes besar-besaran di luar kantor presiden menyerukan agar larangan penguburan dicabut.
Organisasi Kesehatan Dunia dan kelompok dokter Sri Lanka mengatakan korban COVID-19 dapat dikuburkan atau dikremasi.
Sri Lanka telah menyaksikan 459 kematian akibat virus korona, dengan lebih dari 82.000 orang dinyatakan positif sejak Januari tahun lalu.
Negara kepulauan itu adalah negara yang mayoritas beragama Budha di mana merupakan kebiasaan bagi umat Budha dan Hindu, kelompok agama terbesar kedua, untuk mengkremasi orang mati.
Jumlah Muslim sekitar 10 persen dari populasi negara yang berjumlah 21 juta. (Aje)