View Full Version
Senin, 26 Apr 2021

Pakistan Dukung Sikap Turki Terkait Pembunuhan Massal Orang Armenia Oleh Kekaisaran Ottoman

ISLAMABAD, PAKISTAN (voa-islam.com) - Menteri luar negeri Pakistan kemarin mengatakan bahwa Islamabad mendukung sikap Turki atas pembunuhan massal orang-orang Armenia oleh Kekaisaran Ottoman pada tahun 1915. Shah Mahmood Qureshi mengungkapkan posisi Pakistan selama panggilan telepon dengan mitranya dari Turki, Mevlut Cavusoglu.

Menurut juru bicara kementerian luar negeri Zahid Hafeez Chaudhri, Pakistan percaya bahwa "pendekatan sepihak dan kategorisasi politik dari peristiwa sejarah" dapat merusak kepercayaan dan menyebabkan polarisasi antar negara. "Kami mencatat dengan penghargaan pendekatan konstruktif Turki pada subjek termasuk proposalnya untuk Komisi Sejarah Bersama untuk memastikan fakta, memungkinkan semua untuk bergerak maju."

Pakistan patut dicatat sebagai satu-satunya negara di dunia yang tidak mengakui Armenia sebagai negara karena hubungannya yang erat dengan Azerbaijan dan peran Armenia dalam konflik di Nagorno-Karabakh.

"Terima kasih saudara Pakistan!" tweet kementerian luar negeri Turki. "Hidup persahabatan Turki-Pakistan!"

Pada hari Sabtu, Joe Biden menjadi presiden AS pertama yang mengakui pembantaian dan deportasi orang-orang Armenia selama era Ottoman secara resmi sebagai genosida. Dia melakukannya pada Hari Peringatan Genosida Armenia.

"Dimulai pada 24 April 1915, dengan penangkapan para intelektual dan pemimpin komunitas Armenia di Konstantinopel oleh otoritas Ottoman, satu setengah juta orang Armenia dideportasi, dibantai, atau digiring hingga tewas dalam kampanye pemusnahan," katanya.

Namun, sebagai negara penerus Kekaisaran Ottoman, Turki secara konsisten menolak klaim genosida yang dilakukan terhadap orang-orang Armenia. Menurut Daily Sabah, posisi Turki adalah bahwa orang-orang Armenia di Anatolia timur terbunuh ketika beberapa pihak memihak pasukan Rusia yang menyerang melawan Ottoman.

"Kami menolak dan mencela dengan tegas pernyataan presiden AS mengenai peristiwa 1915 yang dibuat di bawah tekanan lingkaran Armenia radikal dan kelompok anti-Turki pada 24 April," kata kementerian luar negeri Turki.

"Kata-kata tidak dapat mengubah atau menulis ulang sejarah," tambah Cavusoglu di Twitter. "Turki tidak perlu belajar dari siapa pun tentang masa lalunya sendiri." (MeMo)


latestnews

View Full Version