View Full Version
Jum'at, 28 May 2021

Kepala NATO Klaim Pasukan Afghanistan Cukup Kuat Untuk Berdiri Sendiri Tanpa Pasukan Asing

BRUSSELS, BELGIA (voa-islam.com) - Kepala NATO Jens Stoltenberg mengatakan pemerintah dan angkatan bersenjata Afghanistan cukup kuat untuk berdiri sendiri tanpa didukung pasukan asing.

NATO mengerahkan pasukan ke Afghanistan pada tahun 2003, dua tahun setelah invasi AS ke negara itu. Tetapi pendudukan bertahun-tahun telah membuat negara Asia Tengah itu diliputi teka-teki keamanan di mana jihadis berkuasa.

Dengan pemerintah AS telah mengumumkan rencana penarikan, pasukan NATO sudah mulai meninggalkan negara itu.

Menurut laporan media Barat, kurang dari 9.000 tentara yang tersisa, termasuk hingga 3.500 personel AS, dan mereka dijadwalkan pergi paling lambat 11 September.

Dalam Wawancara dengan Associated Press, Stoltenberg mengklaim bahwa NATO telah "berinvestasi besar-besaran baik darah dan harta di Afghanistan”.

NATO, katanya, sekarang "mencari kemungkinan untuk memberikan beberapa pelatihan di luar negeri untuk pasukan keamanan Afghanistan, tetapi belum ada keputusan akhir yang diambil."

Presiden AS Joe Biden dan Stoltenberg akan bertemu dengan para pemimpin aliansi militer 30 negara lainnya pada 14 Juni untuk membahas beberapa masalah besar mereka, termasuk Afghanistan, meskipun tidak ada pemimpin Afghanistan yang akan menghadiri KTT Brussel.

Ditanya tentang dampak putus dan lari Barat di Afghanistan di mana bertahun-tahun pendudukan membuatnya semakin rentan untuk segera dikuasai oleh Taliban, Stoltenberg tidak memberikan jawaban yang jelas.

"Ada risiko yang terkait dengan keputusan untuk mengakhiri misi militer NATO di Afghanistan. Kami telah sangat transparan dan berpikiran jernih tentang itu," katanya, memberikan tanggung jawab pada pasukan Afghanistan untuk mengambil tugas itu.

“Afghanistan telah menempuh perjalanan panjang, baik dalam hal membangun pasukan keamanan yang kuat dan mampu, tetapi juga dalam hal kemajuan sosial dan ekonomi. Pada tahap tertentu, Afghanistanlah yang bertanggung jawab penuh atas perdamaian dan stabilitas di negara mereka sendiri,” katanya.

“Pada saat yang sama, untuk terus bertahan berarti kita juga harus mengambil beberapa risiko; risiko lebih banyak pertempuran, risiko terpaksa menambah jumlah pasukan di sana, dan risiko tetap menjalankan misi (militer),” tambahnya. (ptv)


latestnews

View Full Version