AMERIKA SERIKAT (voa-islam.com) - Pakar PBB mengatakan dalam sebuah laporan baru bahwa hampir 2.000 anak yang direkrut paksa oleh pemberontak Syi'ah Houtsi Yaman tewas di medan perang antara Januari 2020 hingga Mei 2021, dan milisi Syi'ah yang didukung Iran itu terus mengadakan kamp dan kursus yang memaksa anak-anak untuk berperang.
Dalam laporan kepada Dewan Keamanan PBB yang diedarkan pada hari Sabtu (29/1/2022), para ahli mengatakan mereka menyelidiki beberapa kamp musim panas di sekolah-sekolah dan sebuah masjid di mana pemberontak Syi'ah Houtsi menyebarkan ideologi mereka dan berusaha merekrut anak-anak untuk bertempur dalam perang tujuh tahun dengan pemerintah Yaman yang diakui secara internasional yang didukung oleh Koalisi untuk Memulihkan Legitimasi di Yaman.
“Anak-anak diinstruksikan untuk meneriakkan slogan Houtsi 'matilah Amerika, matilah Israel, kutuk Yahudi, kemenangan bagi Islam,'” kata empat anggota panel ahli. “Di satu kamp, anak-anak berusia 7 tahun diajari membersihkan senjata dan menghindari roket.”
Para ahli mengatakan mereka mendokumentasikan 10 kasus di mana anak-anak dibawa untuk bertempur setelah diberitahu bahwa mereka akan didaftarkan dalam kursus budaya atau sudah mengambil kursus tersebut, sembilan kasus di mana bantuan kemanusiaan diberikan atau ditolak kepada keluarga “hanya atas dasar apakah anak-anak mereka berpartisipasi dalam pertempuran atau kepada guru berdasarkan apakah mereka mengajarkan kurikulum Houtsi,” dan satu kasus di mana kekerasan seksual dilakukan terhadap seorang anak yang menjalani pelatihan militer.
Panel tersebut mengatakan menerima daftar 1.406 anak yang direkrut oleh pemberontak Syi'ah Houtsi yang tewas di medan perang pada tahun 2020 dan daftar 562 anak yang direkrut oleh pemberontak kaki tangan Iran tersebut yang tewas di medan perang antara Januari hingga Mei 2021.
“Mereka berusia antara 10 hingga 17 tahun,” kata para ahli, dan “sejumlah besar” dari mereka terbunuh di Amran, Dhamar, Hajjah, Hodeida, Ibb, Saada dan Sana'a.
Yaman telah dilanda perang saudara sejak 2014 ketika pemberontak Syi'ah Houtsi merebut sebagian besar negara berpenduduk mayoritas Sunni tersebut termasuk ibukota Sana'a, memaksa pemerintah untuk melarikan diri ke selatan, lalu ke Arab Saudi. Hal ini menyebabkan pembentukan koalisi negara-negara Arab, yang sekarang disebut Koalisi untuk Memulihkan Legitimasi di Yaman, pada tahun 2015, berusaha mengembalikan pemerintah ke tampuk kekuasaan.
Konflik tersebut telah menciptakan krisis kemanusiaan terburuk di dunia, membuat jutaan orang menderita kekurangan makanan dan perawatan medis dan mendorong negara itu ke ambang kelaparan. (AA)