DOHA, QATAR (voa-islam.com) - Qatar telah mencapai kesepakatan dengan Taliban untuk melanjutkan penerbangan evakuasi carteran dari Afghanistan, mengakhiri perselisihan yang mengakibatkan jeda selama berbulan-bulan, menurut sebuah laporan.
Kantor berita Axios, mengutip wawancara dengan Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, melaporkan pada hari Senin (31/1/2022) bahwa Qatar dan Taliban telah setuju untuk mengoperasikan dua penerbangan sewaan Qatar Airways per minggu.
Kesepakatan itu diharapkan memungkinkan ribuan warga Afghanistan dan warga asing yang rentan dievakuasi dari negara itu menyusul penarikan pasukan Amerika Serikat dan pasukan asing lainnya pada Agustus tahun lalu, ketika Taliban merebut ibu kota, Kabul, menyusul serangan kilat ofensif di seluruh negeri.
Pembaruan datang setelah Axios melaporkan pekan lalu bahwa AS berencana untuk meningkatkan upaya evakuasi dan pemukiman kembali.
Qatar sejak September mengoperasikan penerbangan charter sporadis dari Kabul. Namun, penerbangan tersebut telah dihentikan pada awal Desember di tengah perselisihan dengan Taliban mengenai penumpang yang diizinkan dalam penerbangan tersebut, menurut kantor berita Reuters. Penerbangan evakuasi pertama dalam beberapa bulan lepas landas dari Kabul menuju Doha pada 26 Januari, lapornya.
Wawancara Axios dengan Sheikh Mohammed mengikuti pertemuan Gedung Putih pada hari Senin antara Presiden AS Joe Biden dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani.
Para pejabat AS telah berulang kali memuji peran Qatar dalam melayani sebagai perantara dengan Taliban, yang memerangi AS selama 20 tahun di Afghanistan. Washington, yang tidak secara resmi mengakui Taliban sebagai pemerintah yang sah di negara itu, pada November mengumumkan Qatar akan menjadi perwakilannya di Afghanistan.
Selama pertemuan Senin, Biden juga memberi tahu pemimpin Qatar bahwa pemerintahannya berencana untuk menunjuk negara Teluk, rumah bagi Komando Pusat militer AS di kawasan itu, sebagai “sekutu utama non-NATO”. Qatar adalah negara kedua di Teluk, setelah Kuwait, yang menerima penunjukan tersebut.
Status itu akan memberi Doha hak istimewa ekonomi dan militer khusus dalam hubungannya dengan Washington.
AS dan negara-negara Barat lainnya telah berada di bawah tekanan untuk meningkatkan evakuasi warga Afghanistan yang bekerja dengan pasukan asing di negara itu dan dianggap sangat mungkin menjadi sasaran Taliban.
Para advokat mengatakan puluhan ribu warga Afghanistan yang memiliki hubungan dekat dengan militer AS tetap berada di negara itu.
Pada hari Senin, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengklaim telah menerima laporan yang dapat dipercaya tentang pembunuhan oleh Taliban terhadap sekitar 100 warga Afghanistan yang terkait dengan pemerintah sebelumnya sejak kelompok itu berkuasa.
Negara ini juga berada di tengah krisis kemanusiaan yang telah menyebabkan 23 juta orang terancam kelaparan. (Aje)