KHARTOUM, SUDAN (voa-islam.com) - Kepala Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Sudan (UNITAMS) Volker Perthes melaporkan bahwa situasi keamanan dan kemanusiaan di negara tersebut memburuk dengan cepat.
"Sejak meletus konflik antara Pasukan Militer Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) pada 15 April 2023, situasi keamanan, HAM, dan kemanusiaan terus memburuk dengan cepat di seluruh negeri, terutama di Khartoum, Darfur, dan Kordofan," kata Perthes pada Selasa (13/6).
Dia mengatakan meskipun belum dapat memverifikasi semua dugaan pelanggaran, informasi yang diterima dari berbagai entitas masyarakat sipil dan jaringan pembela HAM memberi gambaran yang jelas tentang skala dampak yang menghancurkan terhadap penduduk sipil di Sudan.
Utusan PBB itu juga mengatakan dia sangat khawatir dengan dugaan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan selama konflik di Sudan.
Akibat bentrokan militer di Sudan, lebih dari 1.000 korban tewas dan ribuan orang lainnya terluka.
PBB memperkirakan bahwa lebih dari satu juta penduduk telah mengungsi dan lebih dari 840.000 orang mencari perlindungan di daerah pedesaan dan negara bagian lain, sementara 250.000 orang lainnya telah melintasi perbatasan Sudan.
Perthes mengutuk semua serangan terhadap warga sipil di Sudan.
"PBB akan melanjutkan upaya untuk memantau situasi dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki untuk terlibat dengan semua pihak guna mencapai resolusi damai atas konflik tersebut, dalam koordinasi dengan mitra regional dan internasional," ujar dia.
Konflik Sudan dipicu ketidaksepakatan selama beberapa bulan terakhir di antara kedua pihak tentang integrasi RSF ke angkatan bersenjata--yang menjadi syarat utama dari perjanjian transisi Sudan dengan kelompok-kelompok politik.
Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021 saat militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan mengumumkan keadaan darurat dalam sebuah langkah yang dikecam oleh kekuatan politik sebagai kudeta.
Masa transisi, yang dimulai pada Agustus 2019 setelah penggulingan Presiden Omar al-Bashir, dijadwalkan berakhir dengan pemilu pada awal 2024. (ANT)