STOCKHOLM, SWEDIA (voa-islam.com) - Pengadilan Migrasi Swedia telah memerintahkan deportasi seorang pria Irak yang berkali-kali menistakan Al-Qur'an di Stockholm tahun lalu.
Salwan Momika, imigran Irak berusia 37 tahun, menginjak Al-Qur'an sebelum membakar beberapa halaman di depan masjid terbesar di Stockholm pada Juni 2023.
Tindakan penistaan itu dilakukan di bawah izin dan perlindungan polisi.
Insiden tersebut bertepatan dengan dimulainya hari raya Idul Adha dan berakhirnya ibadah haji tahunan ke Mekkah di Arab Saudi.Hal ini memicu kemarahan umat Islam di seluruh dunia.
Pada hari Rabu (7/2/2024), media lokal melaporkan bahwa pengadilan Swedia telah mengonfirmasi bahwa Momika akan dideportasi.
Otoritas imigrasi menolak memperpanjang izin tinggalnya pada Oktober lalu, namun perintah keberangkatannya ditunda karena alasan keamanan, lapor kantor berita negara Turki Anadolu, mengutip stasiun televisi Swedia TV4.
Penyiaran lokal Swedia SVT Nyhter mengatakan Momika mengajukan banding atas keputusan pengusiran tersebut, namun bandingnya ditolak.
Keputusan pengadilan terhadap Momika diambil setelah diputuskan bahwa dia memberikan informasi palsu dalam permohonan suakanya.
Beberapa hari setelah Momika melakukan tindakan keji tersebut, Menteri Luar Negeri Irak Fouad Hussein meminta timpalannya dari Swedia Tobias Billstrom untuk mengekstradisi ekspatriat Irak itu agar dia dapat diadili sesuai dengan hukum negara Arab tersebut.
Penistaan Al-Qur'an di Swedia memicu kemarahan dunia
Penodaan Al-Qur'an di Stockholm selama protes yang diizinkan oleh polisi telah menuai kecaman keras di seluruh dunia.
Momika, yang beragama Kristen, awalnya diberikan izin tinggal pada tahun 2021 dan sejak itu dikenal karena beberapa kali menistai Al-Qur'an di depan umum di Swedia.
Warga negara Irak itu tidak lagi berhak mendapatkan perlindungan internasional karena dianggap telah melakukan kejahatan serius.
Menyusul protes internasional terhadap penodaan tersebut, negara-negara Nordik menyesalkan penodaan kitab suci umat Islam namun menyatakan bahwa mereka tidak dapat mencegahnya berdasarkan undang-undang konstitusi yang melindungi kebebasan berbicara. (ptv)