View Full Version
Ahad, 28 Sep 2025

Kolaborasi atau Mati: Israel Paksa Warga Gaza Jadi Milisi, yang Menolak Dihabisi

GAZA, PALESTINA (voa-islam.com) - Militer Israel pada Sabtu (27/9/2025) melakukan pembantaian terhadap sebuah keluarga Palestina di Gaza, tak lama setelah keluarga itu menolak bekerja sama dengan tentara dalam urusan keamanan di wilayah tersebut, demikian menurut sebuah kelompok hak asasi manusia.

Euro-Mediterranean Human Rights Monitor menyatakan pihaknya mendokumentasikan sebuah serangan yang dilakukan tentara Israel pada fajar terhadap keluarga Bakr di kamp pengungsi Shati (Beach), Gaza bagian barat.

Serangan itu menewaskan sembilan anggota keluarga, termasuk perempuan dan anak-anak.

Euro-Med menyebut pembantaian itu terjadi “hanya sehari setelah keluarga tersebut menolak permintaan Israel untuk tetap berada di wilayah itu dan membentuk milisi lokal yang bekerja atas nama tentara dan melakukan tugas-tugas ilegal.”

Lembaga hak asasi itu mengutip seorang kerabat yang mengatakan bahwa tetua keluarga (mukhtar) menerima panggilan telepon dari tentara Israel yang menawarkan perlindungan – dengan syarat keluarga itu membentuk milisi lokal yang terafiliasi dengan militer, mirip dengan milisi proxy Abu Shabab yang beroperasi di Jalur Gaza selatan.

Keluarga itu menolak tawaran tersebut, dan “lebih memilih tidur di jalanan dan berbaring di tanah daripada menapaki jalan pengkhianatan,” tulis Mu’tasim Bakr di media sosial.

Pada fajar hari Sabtu, sebuah rumah milik keluarga Bakr dibom, menewaskan sembilan orang dan melukai lainnya, menurut sumber medis.

Belum jelas apakah serangan itu menargetkan rumah yang menerima tawaran tersebut, atau kerabat lain dari keluarga besar Bakr.

Milisi Abu Shabab sebagian besar terdiri dari mantan tahanan yang pernah ditahan Hamas dan anggota suku Badui Tarabin di Rafah timur, dekat perbatasan penting antara Gaza dan Israel.

Dalam beberapa bulan terakhir, kelompok ini memosisikan diri sebagai pemain baru yang signifikan di lanskap Gaza yang dilanda perang, memanfaatkan meningkatnya perpecahan internal terhadap Hamas.

Kelompok itu baru-baru ini mengiklankan perekrutan di media sosial bagi mereka yang memiliki pengalaman kepolisian dan keamanan, dengan janji gaji bulanan antara 3.000 hingga 5.000 shekel ($780 hingga $1.500).

Kelompok-kelompok lain yang menentang Hamas juga muncul di Beit Lahia dan Shujaiya di Gaza utara, serta di Khan Younis timur di selatan, menurut sumber dekat Hamas dan warga setempat.

Kolaborasi atau mati

Euro-Med mengatakan Israel menjalankan kebijakan pemerasan berbahaya terhadap keluarga-keluarga di Gaza, memaksa mereka memilih antara dua opsi: bekerja sama dengan tentara Israel dan milisinya, atau menghadapi pembantaian massal, kelaparan, dan pengusiran paksa.

Lembaga itu mencatat bahwa kebijakan ini adalah bagian dari pola genosida yang meningkat, yang bergeser dari pemerasan individu ke tekanan kolektif, dengan tujuan membongkar tatanan masyarakat Palestina dengan memaksa individu mengkhianati komunitasnya, menghancurkan ikatan sosial, dan menjerumuskan penyintas dalam kondisi bertahan hidup yang merusak identitas serta kemampuan kelompok itu untuk tetap ada.

Kelompok hak asasi itu mendokumentasikan kesaksian yang digambarkan sebagai “mengejutkan” dari anggota keluarga yang dipaksa Israel memilih antara tetap di bawah pengepungan dan bombardir, atau menghadapi pengusiran paksa, dengan ancaman langsung dan eksplisit akan kematian bila mereka tidak mematuhi perintah tentara.

Laporan itu juga menyebutkan kesaksian dari keluarga Palestina lain yang menghadapi tekanan langsung untuk bekerja sama dengan militer Israel dengan imbalan diizinkan tinggal di area tertentu atau menerima bantuan penting, mencatat bahwa tentara menjadikan bantuan kemanusiaan sebagai alat pemerasan.

Euro-Med melaporkan menerima informasi dari keluarga Al-Deiri dan Dughmash mengenai tawaran serupa dari Israel untuk bergabung dengan milisi lokal.

Ketika tawaran itu ditolak, tentara Israel meningkatkan peledakan mobil di lingkungan Sabra, Kota Gaza, tempat rumah keluarga-keluarga ini berada.

“Militer kemudian melakukan serangan berskala besar yang menargetkan beberapa rumah, termasuk sebuah blok hunian milik keluarga Dughmash, beberapa hari lalu, yang mengakibatkan lebih dari 60 anggota keluarga tewas, banyak di antaranya hingga kini masih terperangkap di bawah reruntuhan,” tulis Euro-Med.

Tuntutan kepada PBB

Euro-Med menyerukan Majelis Umum PBB untuk mengadopsi resolusi darurat guna membentuk dan mengerahkan pasukan penjaga perdamaian di Gaza demi menghentikan kejahatan terhadap warga sipil.

Mereka juga mendesak semua negara untuk “memenuhi tanggung jawab hukum mereka dan mengambil tindakan segera untuk menghentikan kejahatan genosida di Gaza dengan segala cara, mengadopsi semua langkah yang diperlukan untuk melindungi warga sipil Palestina di sana, memastikan kepatuhan Israel terhadap hukum internasional dan putusan Mahkamah Internasional, serta menjamin akuntabilitas dan penuntutan atas kejahatannya.”

Perang Israel di Gaza kini secara luas diakui sebagai genosida.

Kementerian kesehatan Gaza menyebut lebih dari 65.900 orang telah terbunuh dalam perang, sebagian besar perempuan dan anak-anak.

Jumlah korban sesungguhnya diyakini jauh lebih tinggi, dengan ribuan korban tak tercatat masih terkubur di bawah reruntuhan bangunan yang hancur.(TNA/Ab)


latestnews

View Full Version