GAZA, PALESTINA (voa-islam.com) - Seorang pejabat senior Hamas mengatakan kepada BBC bahwa kelompok itu akan menolak rencana perdamaian Presiden AS Donald Trump, dengan alasan rencana tersebut “melayani kepentingan Israel dan mengabaikan kepentingan rakyat Palestina.” Ia menegaskan Hamas tidak akan menyetujui perlucutan senjata ataupun pengerahan pasukan internasional di Gaza, menyebut langkah itu sebagai “bentuk baru pendudukan.”
Menurut BBC, komandan militer tertinggi Hamas yang masih berada di Gaza, Izzuddin al-Haddad, bersikeras melanjutkan perlawanan ketimbang menerima usulan Trump. Laporan juga menyebut pejabat Hamas di luar negeri belakangan tersisih dari pembicaraan internal karena tidak memiliki kendali langsung atas para sandera.
Namun, surat kabar Saudi Asharq al-Awsat melaporkan bahwa Haddad menyampaikan pesan agar gerakan itu menyikapi rencana tersebut secara “positif” kepada pimpinan Hamas di luar negeri. Meski begitu, kelompok ini sebelumnya juga membingkai tawaran lain dengan “semangat positif,” namun perundingan runtuh akibat tiadanya kesepakatan dengan Israel. Pejabat Israel yang terlibat dalam negosiasi memperkirakan respons Hamas akan berupa “ya, tapi,” yang berarti pembicaraan panjang berlarut-larut jika tidak berujung pada kebuntuan.
Menyinggung klausul perlucutan senjata, seorang tokoh senior Hamas mengatakan: “Semua isu terkait senjata dan hal-hal mendesak masih dalam pembahasan dan akan diputuskan secara mufakat bersama faksi-faksi perlawanan lain.”
Pembicaraan internal Hamas—yang mencakup Jihad Islam dan kelompok Palestina lain yang langsung menolak rencana itu—diperkirakan berlanjut beberapa hari. Para pejuang Palestina juga menolak syarat yang mewajibkan semua sandera dibebaskan sekaligus—atau dalam 72 jam—karena menghilangkan apa yang mereka sebut sebagai “satu-satunya kartu tawar.” Mereka beralasan tidak semua sandera bisa segera ditemukan, dan mereka tidak percaya Israel akan menghentikan operasi militer setelah pembebasan. Peta dalam rencana tersebut yang menunjukkan zona penyangga di sepanjang Koridor Filadelfi—tanpa kejelasan apakah akan tetap dikendalikan Israel—juga menjadi ganjalan.
Sumber Hamas menambahkan bahwa rencana AS memuat “poin-poin ambigu yang tidak memberi komitmen nyata atau jaminan implementasi, dan membiarkan Israel bebas bertindak di Gaza, khususnya terkait penarikan bertahap.” Mereka menyebutkan hanya ada kemungkinan penyesuaian kecil terkait isu sandera dan pemulangan jenazah. Pertemuan internal dimulai segera setelah rencana itu disampaikan.
Para mediator mendesak Hamas mempercepat tanggapan dalam dua hari. “Isu ini tidak mengikat organisasi, namun ada konsensus tentang perlunya merespons secara positif setiap proposal yang menjamin berakhirnya perang, rekonstruksi, pencabutan blokade, dan penarikan penuh Israel,” kata sumber Hamas kepada Asharq al-Awsat. Namun, sementara sebagian pemimpin menyerukan sikap positif, yang lain menilai rencana itu “menyesatkan,” menuduh AS hanya mencari kemenangan politik untuk Trump dengan fokus pada pembebasan sandera, setelah itu perang akan dilanjutkan “dengan cara lain.”
BBC mencatat bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sendiri, meski telah menyetujui rencana itu, tetap menjaga jarak dari sebagian isinya—terutama jalur menuju pembentukan negara Palestina—dengan menegaskan Israel menolak perkembangan semacam itu. (Ynet/Ab)