View Full Version
Kamis, 23 Oct 2025

Sutradara India Dihujat Usai Samakan Pemboman Gaza dengan Perayaan Diwali

NEW DELHI, INDIA (voa-islam.com) - Sutradara India Ram Gopal Varma menuai kecaman luas setelah menyamakan genosida Israel di Gaza dengan perayaan Hindu Diwali, yang memicu kemarahan jurnalis, akademisi, dan aktivis hak asasi manusia di media sosial.

Varma — yang dikenal lewat film-film ternama seperti Satya dan Company — menulis di platform X pada Senin (20/10/2025): “Di INDIA hanya satu hari adalah DIWALI, sedangkan di GAZA, setiap hari adalah DIWALI.”

Pernyataan itu muncul saat jutaan orang di India tengah merayakan Diwali, festival cahaya yang melambangkan kemenangan kebaikan atas kejahatan.

Namun, analogi Varma — yang menyamakan perayaan penuh sukacita dengan kampanye genosida dan pembersihan etnis Israel di Gaza selama dua tahun terakhir, yang telah menewaskan lebih dari 68.000 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak — dikecam luas di media sosial sebagai “menjijikkan”, “tercela”, dan “tidak berperikemanusiaan.”

Kolumnis India Siddharth menyebut Varma “sampah tak manusiawi” dan menulis: “Orang sekeji apa yang bisa berkata seperti ini tentang genosida di mana puluhan ribu anak kecil dibantai secara massal?” Ia menambahkan, “Apa yang tersisa bagi virus untuk dibunuh di negara yang sudah rusak secara moral?”

Jurnalis asal Karachi Faizan Lakhani menulis: “Cuitan Ram Gopal Varma menunjukkan betapa bobroknya moral sebagian orang di India.” Ia menambahkan, “Ini adalah hal paling memalukan yang akan kalian baca di X hari ini. Dari film gagal hingga hilangnya kemanusiaan — kejatuhan pria ini sudah lengkap.”

Aktivis politik Mohit Bhan turut berkomentar: “Tak heran. Dari seseorang yang berbisnis menjual emosi manusia demi ketenaran dan uang, empati memang tak pernah diharapkan. Gaza adalah luka bagi kemanusiaan, dan ketidakpedulianmu adalah noda pada hati nurani kita bersama.”

Pengacara ternama Delhi Nikhil Mehra menyebut Varma “manusia menjijikkan dan keji,” dengan menulis: “Filmnya buruk, perilakunya buruk, dan kini ide ‘lelucon’ biadab ini. Perayaan kelompok IT terhadap tragedi di Gaza adalah aib. ‘Tidak pantas’ bahkan tak cukup untuk menggambarkannya.”

Sementara itu, dosen IT dan aktivis perdamaian Rakhi Tripathi menegaskan: “Diwali adalah tentang harapan, cahaya, dan pembaruan. Gaza adalah tentang bertahan hidup. Pria ini tidak tahu perbedaan antara perayaan dan kehancuran. Kejam sekali.”

Banyak pengguna lain menyoroti iklim sosial yang lebih luas di India.
Seorang pengguna bernama Saif menulis: “Tak ada selebritas India yang bisa menyuarakan solidaritas dengan rakyat Gaza karena takut diboikot. Tapi ada yang bisa dengan bebas membuat lelucon menjijikkan tentang genosida. Inilah cerminan India saat ini.”

Pengguna lain, Raghava, menambahkan: “Siapa pun yang masih memuja pria ini atau ‘jenius kreatifnya’ di masa lalu sudah kehilangan landasan moral.”

Para analis mengatakan komentar Varma mencerminkan meningkatnya permusuhan di India terhadap ekspresi solidaritas pada rakyat Gaza.

Sementara sentimen pro-Israel mendominasi sebagian besar media sosial India, tokoh publik yang mendukung Palestina sering menjadi sasaran boikot, serangan daring, atau pelecehan, menunjukkan betapa terpolarisasinya wacana soal Israel dan Palestina di negara itu.

Varma sendiri belum meminta maaf atau menghapus unggahannya, meski kritik terus meningkat.

India di bawah pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi telah menjalin hubungan militer, strategis, dan diplomatik yang lebih erat dengan Israel — sebuah langkah yang menandai pergeseran besar dari posisi historis New Delhi yang dulu mendukung Palestina dan Gerakan Non-Blok.

Menurut para pengamat, perubahan ini diikuti dengan normalisasi retorika anti-Palestina dan narasi dehumanisasi di sebagian ruang publik dan media daring India.

Secara historis, India dikenal konsisten mendukung Palestina di PBB. Negara Asia Selatan itu menjadi negara non-Arab pertama yang mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai perwakilan sah rakyat Palestina pada 1970-an, dan memberikan status diplomatik penuh pada 1980-an.

Pemimpin PLO Yasser Arafat bahkan melakukan beberapa kunjungan resmi ke India pada masa itu, menandakan hubungan erat antara New Delhi dan Palestina. (ptv/Ab)


latestnews

View Full Version