Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah yang Esa. Shalawat dan salam kepada Nabi terakhir, Muhammad bin Abdillah, serta keluarga dan sahabatnya.
Menurut buku “APA YANG Sebenarnya ALKITAB AJARKAN?”yang diterbitkan oleh Perkumpulan Siswa-Siswa Alkitab, Badan Hukum dari Saksi-Saksi Yehuwa, pada tahun 2005, “Perayaan Tahun Baru. Tanggal dan kebiasaan yang berkaitan dengan perayaan tahun baru tidak sama di setiap negeri. Mengenai asal usul perayaan ini, The Wordl Book Encyclopedia menyatakan, “Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan tanggal 1 Januari sebagai hari tahun baru pada tahun 46 SM. Orang-orang Romawi membaktikan hari ini kepada Janus, Dewa dari gerbang-gerbang, pintu-pintu, dan awak mula. Bulan Januari disebut sesuai dengan nama Janus, yang mempunyai dua wajah –satu melihat ke depan dan satunya lagi melihat kebelakang-.” Jadi perayaan tahun baru didasarkan atas tradisi kafir.” (hal 223)
Menurut Wikipedia berbahasa Indonesia, “Malam tahun baru adalah petang hingga malam hari tanggal 31 Desember yang merupakan hari terakhir dalam tahun kalender Gregorian, sehari sebelum Tahun Baru. Dalam kebudayaan Barat, malam tahun baru dirayakan dengan pesta-pesta dan acara berkumpul bersama kerabat, teman, atau keluarga menanti saat pergantian tahun.”
Perayaan tahun baru Masehi terjadi setelah enam hari setelah Natal (25 Desember. Umat kristiani biasa menggabungkan ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru. Tak sedikit umat Islam yang latah terjebak promosi kekafiran dengan mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru Masehi.
Banyak keyakinan batil yang ada pada malam tahun baru. Di antaranya, siapa yang meneguk segelas anggur terakhir dari botol setelah tengah malam akan mendapatkan keberuntungan. Jika dia seorang bujangan, maka dia akan menjadi orang pertama menemukan jodoh dari antara rekan-rekannya yang ada di malam itu. Keyakinan lainnya, di antara bentuk kemalangan adalah masuk rumah pada malam tahun tanpa membawa hadiah, mencuci baju dan peralatan makan pada hari itu adalah tanda kesialan, membiarkan api menyala sepanjang malam tahun baru akan mendatangkan banyak keberuntungan, dan bentuk-bentuk khurafat lainnya.
Sesungguhnya keyakinan-keyakinan batil tersebut diadopsi dari keyakinan batil Nasrani. Mengadopsi dan meniru budaya batil ini adalah sebuah keharaman. Karena siapa yang bertasyabbuh (menyerupai) kepada satu kaum, maka dia bagian dari mereka.
Di sisi lain, perayaan tahun baru dihiasi dengan gebyar maksiat. Demi menunggu momen pukul 00.00 banyak orang rela menghambur-hamburkan harta secara mubazir untuk pesta kembang api, pesta miras, festival hiburan yang berbaur pria dan wanita, perzinaan dan pesta maksiat lainnya.
Dari sini maka bisa diambil kesimpulan, bahwa tahun baru tidak boleh dijadikan sebagai hari yang dirayakan oleh umat Islam, dengan dua alasan: Pertama, mengandung nilai keagamaan yang kufur.
Kedua, mengandung nilai kefasikan, berbuat seenaknya, berakhlak seperti binatang yang tak pantas ditiru manusia, terlebih oleh orang beriman.
2 Alasan: Pertama, mengandung nilai keagamaan yang kufur. Kedua, mengandung nilai kefasikan, berbuat seenaknya, berakhlak seperti binatang yang tak pantas ditiru manusia, terlebih oleh orang beriman.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam sangat tegas melarang aktifitas yang membesarkan syi’ar kekufuran.
Dalam hadits shahih disebutkan, ada seseorang bernazar di masa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam untuk menyembelih unta di Bawwanah –yaitu nama suatu tempat-, ia lalu mendatangi Nabi dan berkata: “Aku bernazar untuk menyembelih unta di Bawwanah”, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda: “Apakah di sana ada berhala jahiliyah yang disembah?” Mereka berkata: “Tidak”, beliau bersabda: “Apakah di sana dilakukan perayaan hari raya mereka?.” Mereka berkata : “tidak.” Beliau bersabda: “Tunaikanlah nazarmu, sesungguhnya tidak boleh menunaikan nazar yang berupa maksiat kepada Allah dan yang tidak mampu dilakukan oleh anak Adam.” (HR. Abu Dawud dan sanadnya sesuai syarat as-Shahihain).
Dari Abdullah bin Amru bin 'Ash Radhiyallahu 'Anhu, beliau berkata:
مَنْ بَنَى بِبِلاَدِ الأَعَاجِمِ وَصَنَعَ نَيْرُوزَهُمْ وَمِهْرَجَانَهُمْ وَتَشَبَّهَ بِهِمْ حَتَّى يَمُوتَ وَهُوَ كَذَلِكَ حُشِرَ مَعَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
”Barangsiapa yang tinggal di negeri orang-orang kafir, meramaikan peringatan hari raya nairuz (tahun baru) dan karnaval mereka serta menyerupai mereka sampai meninggal dunia dalam keadaan demikian. Ia akan dibangkitkan bersama mereka di hari kiamat.” (Sunan al-Baihaqi IX/234).
Penutup
Tradisi merayakan tahun baru dengan berbagai cara –langsung atau tidak- telah ikut-ikutan memeriahkan tradisi orang kafir. Syi’ar kekufuran semakin besar dan menjadi-jadi. Tanpa disadari umat Islam banyak terjebak pada tasyabbuh (menyerupai dengan orang kafir) dalam perayaan tersebut.
Di sisi lain, tradisi perayaan tahun baru dihiasi dengan berbagai kemaksiatan dan perkara yang disenangi syetan. Muslim yang baik hendaknya menghindari langkah-langkah syetan. [PurWD/voa-islam.com]