View Full Version
Rabu, 01 Jun 2011

Rokok: Antara Maqashid Syari'ah dan Fatwa Haram

Oleh: Muhammad Yusran Hadi, Lc, MA

JUMLAH perokok di Indonesia merupakan terbesar ke-3 di dunia. Bahkan, saat ini pertumbuhan konsumsi rokok dikalangan generasi muda Indonesia merupakan yang tercepat di dunia, sedangkan di negara maju lainnya semakin menurun.

"Berdasarkan data WHO, angka kematian akibat kebiasaan merokok di Indonesia telah mencapai 400 ribu orang per tahun. Untuk itu, pemerintah daerah harus aktif mencegah dengan memperluas zona larangan merokok," ujar Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT) Farid Anfasa Moeloek dalam aksi damai memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) di Jakarta, Ahad (29/5).

Moeloek menuturkan, meskipun data empiris sudah memaparkan dampak buruk rokok bagi kesehatan, lanjutnya, namun justru iklan dan promosi rokok dibebaskan secara nyata. Kondisi ini menjadikan anak-anak sebagai target perokok baru, terbukti dengan naiknya perokok pemula. Kenaikan tertinggi sebesar 4 kali lipat terjadi pada kelompok umum 5-9 tahun, sedangkan peningkatan pada kelompok 15-19 tahun adalah 144 persen selama periode 1994-2004. Demikian kutipan berita dari hidayatullah.com pada hari Selasa (31/5).

Fakta ini sungguh membuat hati kita miris. Tidak hanya memperoleh prestasi buruk sebagai rangking ke 3 di dunia dalam persoalan rokok, namun Indonesia juga dinobatkan sebagai “Surga” Perokok, dikarenakan bebasnya merokok di Indonesia tanpa adanya aturan sanksi yang tegas. Suatu prestasi dan gelaran yang cukup mencoreng dan memalukan bangsa kita.

Perilaku Perokok Sangat Mencemaskan

Perilaku perokok di Indonesia sangat mencemaskan. Tempat-tempat umum seperti rumah sakit, perkantoran, mushalla/masjid, pesantren/sekolah, kampus, halte, terminal, airport dan angkutan umum yang seharusnya menjadi zona aman dari asap rokok menjadi tempat pelampiasan nafsu para perokok. Tanpa rasa malu dan bersalah, mereka dengan nikmatnya menghisap batang rokok, tanpa mau peduli terhadap orang sekitarnya yang merasa terganggu dengan asap dan bau rokok yang dihisapnya. Sikap egosentrik sering diperlihatkan oleh para perokok. Hal ini sangat meresahkan masyarakat yang tidak merokok (perokok pasif), meskipun mereka tidak mengungkapkannya.

Fenomena seperti ini sangat disayangkan, mengingat sebahagian besar perokok adalah orang Islam. Padahal, Islam mengajarkan kita akan pentingnya menjaga kesehatan dan menjauhi segala mudharat. Yang lebih memalukan lagi, kampanye rokok sangat gencar dilakukan oleh perusahaan rokok.

Iklan-iklan skala besar terpampang di jalan-jalan utama dan tempat-tempat strategis. Namun, Pemerintah seolah-olah mengaminkan kampanye rokok itu, tanpa ada tindakan tegas terhadap iklan rokok tersebut. Pemerintah seharusnya membuat peraturan larangan merokok di tempat umum.

Meskipun tertera peringatan pemerintah di bungkusan rokok, “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin”, namun tidak menghalangi orang untuk merokok, karena tidak adanya aturan yang disertai sanksi tegas. Sadar atau tidak, kesehatan anak bangsa telah dipertaruhkan demi mendapatkan pajak dari rokok.

Para ahli kedokteran sepakat bahwa merokok dapat menyebabkan kanker paru-paru, penyakit jantung, emphysema, kemandulan dan berbagai penyakit lainnya. Survei (penelitian) telah membuktikan hal itu. Bahkan bagi si perokok pasif (yang tidak merokok), asap rokok lebih berbahaya dibandingkan dengan perokok aktif.

Banyak penyakit kronis (katagori berbahaya) akibat dari rokok. Rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung, serta tekanan darah tinggi. Disamping itu, merokok adalah faktor utama penyebab kematian, bahkan perusahaan-perusahaan tembakau yang besar mengakui fakta ini.

Seperti yang dilansirkan oleh hidayatullah.com, tembakau akan membunuh hampir enam juta orang pada tahun ini, termasuk 600.000 non-perokok, karena pemerintah tidak melakukan cukup untuk membujuk orang berhenti atau melindungi orang lain dari perokok pasif, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Selasa (31/5). WHO memperingatkan, jika kecenderungan terus berlangsung, tembakau dapat menyebabkan kematian hingga satu miliar pada abad ke-21, peningkatan yang dramatis dari 100 juta kematian pada abad sebelumnya.

Perspektif Islam

Syariat Islam yang membawa misi rahmatan lill’alamin memiliki maksud dan tujuan untuk mendatangkan kemaslahatan (kebaikan) bagi ummat manusia dan menolak kemudharatan (bahaya). Tujuan dan maksud syariah ini dikenal dengan sebutan maqashid syari’ah. Dalam konsep maqashid syariah, ada lima pokok dalam kehidupan yang wajib dijaga dan dilindungi yang dikenal dengan istilah Adh-dharuriyyatul khamsah, yaitu agama (ad-diin), jiwa (an-nafs), akal (al-aql), harta (al-maal) dan keturunan (an-nasb).

Demi terjaga hal ini, maka Islam mengharamkan perbuatan yang membahayakan atau melanggar lima hal pokok tersebut dan mensyariatkan hukumannya.

Pelanggaran terhadap salah satunya dianggap suatu kriminal yang patut dikenai sanksi yang tegas, demi terjaganya kemaslahatan publik.

Dengan demikian, Islam melarang dan mengecam keras segala bentuk kemudharatan. Mengingat hal ini, maka para ulama besar berfatwa bahwa merokok itu hukumnya haram. Mereka berargumentasi dengan berbagai dalil, baik naqli maupun aqli, di antaranya;

Pertama, merokok menimbulkan kemudharatan (bahaya) terhadap kesehatan si perokok dan orang lain. Allah Swt telah telah melarang kita untuk berbuat kemudharatan, sebagaimana firman-Nya, “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan.” (Al-Baqarah: 195).

Nabi saw juga melarang hal demikian sebagaimana sabda beliau, “Jangan kamu membahayakan dirimu dan jangan pula membahayakan orang lain.” (H.R. Ibnu Majah dan Daruquthni).

Dalam hal ini merokok berbahaya bagi kesehatan si perokok dan orang sekitarnya. Bahkan banyak angka kematian disebabkan karena merokok. Allah Swt berfirman, “Jangan kalian bunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah Maha Penyayang terhadap diri kalian.” (An-Nisa : 29).

Kedua, merokok menimbulkan bau kurang sedap, sehingga mengganggu orang lain. Menurut ulama, merokok termasuk katagori khabaits (keburukan) yang dilarang dalam al-Quran sebagaimana firman Allah swt (ketika menerangkan sifat Nabi saw), “…dia menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan khabaits (segala yang buruk) bagi mereka.“ (Al-A’raf : 157).

Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya Allah itu baik dan tidak akan menerima kecuali yang baik-baik...” (HR. Muslim). Rasulullah saw juga melarang kita mengganggu sesama muslim dan menyakiti mereka. Bau rokok sangat mengganggu orang lain.

Ketiga, merokok dapat menimbulkan kerusakan dan malapetaka seperti polusi, kebakaran dan sebagainya. Allah Swt melarang kita untuk berbuat kerusakan, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi ini setelah (diciptakan) dengan baik...” (Al-A’raf: 56).

Allah juga mengingatkan bahwa berbagai kerusakan dan bencana di muka bumi ini akibat ulah manusia, sesuai firman-Nya, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Ar-Ruum: 41)

Keempat, merokok termasuk perbuatan yang mubazir (boros). Perbuatan mubazir dilarang dan dibenci oleh Allah swt, sebagaimana firman-Nya, “Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat ingkar terhadap Tuhannya.” (Al-Isra’: 26-27).

Hal senada juga ditegaskan oleh Rasulullah saw, “...Sesungguhnya Allah membenci 3 hal: suka gossip, banyak bertanya, dan menyia-nyia harta.” (H.R. Muslim).

Kelima, merokok menghamburkan harta tanpa ada manfaatnya. Seorang muslim diperintahkan untuk meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat bagi dirinya.

Rasulullah saw bersabda, “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorang ialah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna baginya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Pengharaman rokok juga berdasarkan qiyas terhadap pengharaman khamar dalam al-Quran. Khamar diharamkan karena mengandung kemudharatan, begitu juga halnya dengan merokok. Tidak hanya itu, merokok merupakan jalan menuju kepada narkoba. Orang yang mengkonsumsi narkoba berawal dari merokok. Lalu meningkat kepada narkoba. Dengan demikian, merokok dapat menjerumus seseorang kepada malapetaka (konsumsi barang haram).

Menurut kaidah fikih, “suatu wasilah (jalan) yang bisa menuju kepada yang haram maka hukumnya juga haram”.

Untuk mencegah hal ini, maka merokok pun diharamkan berdasarkan sadduz zari’ah sebagai salah satu dalil istimbath hukum yang populer dalam ilmu Ushul Fiqh.

Secara logika sehat (dalil aqli) pun menunjukkan keharaman rokok dengan adanya kemudharatan yang terkandung dalam asap rokok, mengganggu orang lain dan boros. Ditinjau dari aspek manapun, merokok tidak ada untung dan manfaatnya. Yang ada hanya membakar uang cuma-cuma dan berteman dengan bermacam penyakit mematikan.

Berdasarkan dalil-dalil al-Quran, hadits, qiyas, dan dalil naqli di atas, maka para ulama besar telah menfatwakan keharaman merokok. Di antara para ulama yang mengharamkan rokok yaitu para ulama lajnah daimah lil buhuts wal ifta’ (komisi tetap kajian dan fatwa) kerajaan Arab Saudi seperti Syeikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Abdurrazzak Afifi, Abdullah bin Ghudayyan, Abdullah bin Quud, Syeikh Al-Utsaimin, dan Syeikh Muhammad bin Mani’. Begitu pula para ulama al-Azhar seperti Syaikhul Azhar Syeikh Mahmud Syaltut, Syeikh Ali Thanthawi, Syeikh Dr Yusuf al Qardhawi, mufti Mesir Dr. Farid Washil. Begitu pula dengan fatwa ulama besar dari berbagai negara Islam lainnya.

Fatwa MUI Indonesia Tentang Rokok

Sejak awal, komisi fatwa majelis ulama Arab Saudi dan Al-Azhar Mesir telah mengeluarkan fatwa haramnya merokok dengan tegas. Baru kemudian hari, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memutuskan fatwa haram merokok, itupun hanya berlaku bagi wanita hamil, anak-anak, dan merokok di tempat umum, pada sidang Ijtima’ Ulama Fatwa III MUI yang diselenggarakan 24-26 Januari 2009 di Padang Panjang, Sumatera Barat.

Sebelumnya, MUI terkesan tidak punya nyali dalam urusan fatwa haram rokok. Walaupun terlambat dalam fatwanya soal rokok, namun fatwa MUI ini patut diberi apresiasi dan dukungan.

Sayangnya, fatwa ini dianggap masih kurang tegas, karena keharaman merokok hanya dikhususkan kepada wanita hamil, anak-anak, dan merokok di tempat umum. Seharusnya, MUI lebih tegas dalam mengharamkan rokok ini, karena jelas-jelas melanggar maqashid syari'ah dan nash-nash al-Quran dan hadits yang shahih di atas, demi kemaslahatan masyarakat.

Oleh karena itu, mengingat efek rokok yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan menindaklanjuti fatwa haram oleh para ulama, maka pemerintah berkewajiban untuk memerangi penyakit ini dan membebaskan umat dari keburukannya, meskipun untuk ini harus mengeluarkan biaya miliaran.

Bagaimanapun, menyelamatkan jiwa generasi bangsa jauh lebih penting dan berharga daripada nilai uang miliaran. Selama ini pemerintah terkesan ”setengah hati” dalam hal ini. Hanya karena karena memperoleh pendapatan dari rokok, pemerintah rela mempertaruhkan kesehatan rakyatnya. Walaupun telah ada peringatan bahaya rokok di bungkusan rokok dan iklan promosinya, namun peringatan ini tidak akan efektif bila tidak ada suatu aturan yang mengatur tentang larangan merokok di tempat umum.

Akhirnya, kita berharap kepada pemerintah dan DPR, agar membuat peraturan larangan merokok di tempat umum, demi kesehatan dan kenyamanan masyarakat. Begitu pula kepada para pimpinan/pengambil kebijakan di kantor, sekolah, kampus dan angkutan umum diharapkan juga membuat aturan larangan merokok di lingkungannya.

Penulis adalah Pengurus Dewan Dakwah Aceh, Dosen Fak. Syariah IAIN Ar-Raniry, Kandidat Doktor Fiqh & Ushul Fiqh, International Islamic University Malaysia (IIUM)


Red: Cholis Akbar


latestnews

View Full Version