Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam terlimpah kepada Nabi Muhammad –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Terdapat dua keterangan dari hadits shahih berkaitan dengan perbedaan jumlah rakaat dalam shalat sunnah rawatib setelah shalat Jum'at. Yaitu antara dua rakaat dan empat rakaat.
Dari Abdullah bin Umar Radliyallaahu 'Anhu pernah menggambarkan shalat sunnah Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wasallam dalam perkataannya,
فَكَانَ لَا يُصَلِّي بَعْدَ الْجُمُعَةِ حَتَّى يَنْصَرِفَ فَيُصَلِّي رَكْعَتَيْنِ فِي بَيْتِهِ
“Adalah beliau tidak pernah melaksanakan shalat (sunnah) sesudah Jum’at sehinga beliau pulang, lalu shalat dua rakaat di rumahnya.” (HR. Muslim, no. 1461)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا
"Apabila salah seorang kalian telah (selesai) shalat Jum'at, maka hendaknya ia shalat empat rakaat sesudahnya." (HR. Muslim dan al-Tirmidzi, lafadh milik Muslim)
Hadits yang menerangkan dua rakaat bersifat fi'liyah, yakni berupa perbuatan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Sedangkan hadits yang menunjukkan empat rakaat bersifat qauliyah, berasal dari sabda beliau.
Sebagian ulama lebih mendahulukan sabda daripada perbuatan beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Sehingga menyimpulkan: shalat rawatib sesudah Jum'at sebanyak empat rakaat. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Mas'ud, Sufyan Tsauri, dan Ibnul Mubarak radhiyallahu 'anhum.
Sebagian lagi mengambil jalan dengan mengumpulkan antara qaul dan perbuatan. Sehingga ia menyimpulkan: Shalat sunnah rawatib sesudah Jum'at sebanyak enam rakaat. Ini yang terlihat dari pendapat Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Umar radhiyallahu 'anhum.
Imam Atha' rahimahullah berkata, "Aku pernah melihat Ibnu Umar shalat sesudah Jum'at sebanyak dua rakaat kemudian setelah itu shalat lagi sebanyak empat rakaat."
. . . persoalan dalam urusan ini sangat luas dan lapang. Diberi pilihan untuk memilih dan tidak boleh saling menyalahkan, karena masing-masing memiliki landasan hadits yang shahih . . .
Sebagian lagi –seperti Ishaq- berijtihad dengan memilah, jika dikerjakan di masjid maka sebanyak empat rakaat. Namun jika dikerjakan di rumah cukup dua rakaat. Karena Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengerjakannya hanya dua rakaat saat di rumah.
Diriwayatkan dalam ash-Shahihain, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam shalat dua raka’at di rumahnya (setelah shalat jum’at). Setelah itu makan siang dan istirahat, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dari Sahabat Sahl bin Sa’d radhiyallahu 'anhu dia berkata: "Tidaklah kami tidur (siang) dan makan siang kecuali setelah shalat jum’at."
Sebagiannya lagi ada yang memahami hadits qauliyah di atas, dua rakaat di masjid dan dua rakaat lagi di rumah. Ini dipilih untuk menggabungkan dengan hadits yang menerangkan shalat beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam di rumahnya yang hanya 2 rakaat.
Sesungguhnya persoalan dalam urusan ini sangat luas dan lapang. Diberi pilihan untuk memilih dan tidak boleh saling menyalahkan, karena masing-masing memiliki landasan hadits yang shahih. Sedangkan keragaman pendapat tersebut juga telah dialami oleh para sahabat ridhwanullah 'alaihim ajma'in. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]