Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Bulan Sya’ban mendapat perhatian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan memperbanyak puasa dan mengerjakan amal-amal kebaikan di dalamnya. Alasannya, karena kebanyakan manusia melalaikan bulan tersebut. Alasan lainnya, karena amal hamba diangkat kepada Allah dalam satu tahunnya pada bulan tersebut.
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid radliyallahu 'anhu berkata, "Aku bertanya, Wahai Rasulallah, Aku tidak pernah melihat Anda berpuasa pada bulan-bulan lain sebagaimana Anda berpuasa pada bulan Sya'ban?" Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
"Itu adalah bulan yang banyak dilalaikan oleh manusia yang berada di antara Rajab dan Ramadlan. Dia adalah bulan dinaikannya amal-amal perbuatan kepada Rabb semesta alam (Allah) dan aku senang ketika amalku dinaikkan aku dalam keadaan berpuasa." (HR. Al-Nasai dan Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits di atas terdapat dalil mengenai dianjurkannya melakukan amalan ketaatan di saat manusia lalai. Inilah amalan yang dicintai di sisi Allah.” (Lathaif Al Ma’arif, hal. 235)
Ibnu Rajab menyebutkan hikmah lain memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. “Dikatakan juga makna lain (hikmah,-red) tentang puasa Sya’ban, bahwa puasa Sya’ban seperti latihan puasa Ramadhan agar dirinya tidak menjalankan puasa Ramadhan dengan berat dan beban, tapi ia telah terlatih dan terbiasa berpuasa sehingga ia merasakan manis dan enaknya puasa sya’ban sebelum Ramadhan, sehingga ia memasuki puasa Ramadhan dengan kuat dan semangat,” kata Ibnu Rajab dalam Latha-if al-Ma’arif, hal. 252.
Beberapa hadits lain menguatkan kebiasaan Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memperbanyak puasa di bulan Sya’ban ini.
Dari Aisyah radliyallahu 'anha berkata,
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ صلى الله عليه وسلم يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156)
Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Beliau berpuasa Sya'ban hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no. 1156) Maknanya bahwa beliau tidak pernah mengosongkan bulan Sya'ban dari berpuasa, terkadang beliau puasa di bagian-bagian awal, terkadang di bagian akhir, dan terkadang di pertengahan. (Lihat Syarah hadits ini dalam Syarah Shahih Muslim oleh Imam al-Nawawi)
Penutup
Jelaslah bahasan di atas, disunnahkan memperbanyak Shiyam (puasa) di bulan Sya’ban dengan tiga alasan. Pertama, karena banyak manusia melalaikan bulan Sya’ban. Kedua, amal-amal manusia –tahunan- diangkat kepada Allah pada bulan itu. Ketiga, sebagai latihan (persiapan dan penyesuaian diri) untuk puasa Ramadhan. Wallahu A’lam [PurWD/voa-islam.com]