Assalamu'alaikum to all brothers and sisters in Islam,
Keminggris nih critanya :D
Alhamdulillah, tayang lagi episode berikutnya tentang Dave dan Sharon plus beberapa sosok lagi yang hadir meramaikan jalan cerita mereka berdua.
Semoga masih betah ya mengikuti perjalanan mereka berdua.
Selamat membaca :)
Salam
-------------
The Twin Heart - Bagian 8
Tentang Kamu, Penyulut Rindu
Oleh: Ria Fariana
Sharon di rumah Indah.
“Syukurlah kita berdua tidak mengalami cedera serius.”
“Iya, padahal kondisi saat itu cukup lengang. Aneh sekali mobil itu tiba-tiba menyerempet kita.”
“Allah melindungi kita berdua. Maksudku, Tuhan yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, kami menyebutnya Allah.”
“Aku tahu. Dan sepertinya ada orang yang sengaja ingin melukai kita.”
“Aku juga tahu itu. Dan itulah resiko keimanan.”
“Kamu tidak takut?” Sharon tidak tahan untuk tak bertanya ketika Indah menanggapi kalimatnya dengan ringan, bahkan tersenyum.
“Ajal sudah digariskan sejak kita dalam kandungan. Mati kan suatu kepastian. Tinggal bagaimana kita memilih cara mati itu, mulia ataukah terhina, menurut standard Yang Memberi kita hidup tentunya.”
Sharon menghirup kopi krimnya dengan nikmat. Indah sudah hapal minuman kesukaannya ini.
“So, jadi nggak wawancaranya?” Indah sudah percaya dengan Sharon.
“Oh..iya, take it easy. Bahan tempo hari sudah cukup kukira. Baiklah, aku pulang dulu.”
“Oke. Hari ini rencananya aku mau memasak kolak, makanan Indonesia. Nanti kalau sudah masak, aku antar ke apartemenmu yah.”
Seperti kebiasaannya di Indonesia, Indah mengantar Sharon hingga ke pintu. Tepat ketika ia berbalik untuk masuk lagi, sms masuk ke Hpnya.
Hati-hati Mbak, jangan mudah percaya dengan orang Amerika. Mereka pasti menyamar jadi siapa pun dan tidak segan-segan melukai muslim. Aplg menjelang prediksi mereka yang smkn dekat.
Dari adeknya, Ayu. Dialah yang paling berat melepaskan Indah mengikuti suami ke Amerika. Sebagai gantinya, Ayu jadi semakin cerewet dalam makna positif, memberi banyak bekal ke kakaknya, Indah. Dari situlah Indah semakin paham bahwa Islam itu memang sebuah keimanan yang tinggi resikonya apalagi di negara Amerika ini. Ketika semua yang berbau Asia dan Islam menjadi bahan kecurigaan. Adiknya itu cerdas dan seorang aktifis dakwah yang selalu memberi kesadaran pada umat tentang perlunya mempunyai pemikiran politik, yaitu pemikiran yang berhubungan dengan pengaturan dan pemeliharaan umat dari sudut pandang tertentu.
Pada saat yang sama, Sharon juga menerima sms dari Dave.
Shahril menolak kuwawancarai ttg Islam. Tapi aku mempunyai sumber lain yang tak kalah menariknya.
Sumber lain? Siapa dia? Seingat Sharon mereka tak punya teman lagi dari Asia Tenggara di kampus. Ada dari India dan Pakistan. Tapi mereka tak mungkin bisa menjawab tentang prediksi kebangkitan Islam dan khilafah. Selain kedua negera itu bukan Asia Tenggara, kebetulan kehidupan mereka sendiri tak ubahnya dengan para pemuda Amerika yang lebih suka menghabiskan waktu di diskotik dan pub-pub. Persis di film-film Bollywodd yang memang sedang booming. Lalu siapa sumber lain yang dimaksud oleh Dave?
Tetangga baru seperti Indah, juga tak mungkin. Dave tinggal di asrama mahasiswa. Itu berarti yang menjadi teman-temannya tak jauh beda dengan yang ditemui Sharon di kampus. Akhirnya diputuskannya mampir ke apartemen Dave.
Ternyata Dave tak ada di apartemennya. Sebaliknya Mike dan pacarnya menjadikan tempat itu bagai surga dunia. Tak bisa dibayangkannya apa yang dilakukan Dave seandainya dia tahu apa yang dilakukan Mike di apartemen sucinya itu.
Sharon tahu ke mana harus mencari Dave. Perpustakaan pusat. Dan benar, Dave tengah serius di depan komputer. Sepertinya ia sedang browsing data di internet. Sharon mengambil posisi duduk dekat Dave dan di sana untuk beberapa saat sebelum Dave sadar.
“Sharon, hai…sudah lama yah di sini?”
“Mmm…lumayan. Kamu asyik sekali kalau sudah di depan komputer hingga tak sadar ada orang lain di dekatmu.”
Dave tersenyum.
“Katakan, siapa sumber yang kamu maksud di sms tadi?”
“Umar.”
“Umar? Tetangga barumu?”
“Bukan. Dia teman baruku.”
“Teman baru? Dimana kalian kenal?”
“Di taman bermain dekat apartemenku.”
“Ayolah, kamu bercanda kan?”
Dave menggelengkan kepala. Ia suka ekspresi Sharon bila sedang penasaran seperti ini. Ah…sesekali menggoda perempuan cerdas ini tak mengapalah. Tuhan, aku akan bertaubat dan bersimpuh di depanMu setelah ini, batin Dave menggumam.
“Aku akan memperkenalkan ia denganmu satu hari nanti. Kamu pasti akan mengaguminya.”
Sekarang ganti Sharon yang menggeleng. Aku tak mudah dibikin kagum dengan sosok pemuda, Dave. Tapi sekali aku kagum, maka ia benar-benar sosok yang pantas untuk mendapat perhatianku. Dan laki-laki mana yang bisa membuatku kagum lebih daripada rasa kagumku padamu? Kamu perpaduan laki-laki yang ideal. Fisik bagus, otak dan sikapmu pun bagus pula. Dan satu hal, kamu misterius. Andai bisa kuurai partikel-partikel yang ada dalam otakmu tentangku, juga tentang dunia, maka aku akan bisa mengenalmu lebih jauh. Sayang, kamu begitu tertutup.
*****
Sore hari itu, seperti janjinya, Indah mengantarkan kolak pisang ke apartemen Sharon.
“Mmm…yummy, ada rasa gurih dan juga legit,” Sharon berkomentar. Indah hanya tersenyum melihat Sharon begitu menikmati kolak masakannya.
“Tunggu di sini yah. Aku pun punya sesuatu untukmu.” Sharon menghilang ke dalam sebuah ruangan yang merupakan kamar tempatnya tidur. Beberapa saat kemudian ia sudah muncul kembali.
“Ini untukmu. Aku mendapatkannya dari seorang sahabat.” Sharon menyerahkan miniature Ka’bah dalam sebuah kubah dari kaca.
“Benda ini juga bisa mengeluarkan bunyi bila tombolnya yang ini ditekan,” lagi, Sharon menunjukkan sebuah tonjolan kecil di bagian samping agak ke bawah dan menekannya. Mengalunlah suara adzan yang merdu dari masjid Al-Azhar, Kairo.
“It’s so beautiful, Sharon!” mata Indah berkaca-kaca.
“I know. Karena itu aku ingin memberikannya padamu. Kamu jauh lebih berhak, Indah.” Suara Sharon terdengar sendu. Memberikan benda itu pada Indah adalah hal terbaik yang harus dilakukannya. Bila tidak, itu hanya akan mengingatkannya pada sosok tak terjangkau di satu tempat di sana, Mesir.
“Aku tak tahu bagaimana harus berterima kasih karena benda ini pasti mempunyai nilai history sendiri dalam kehidupanmu. But, thank you,” Indah memeluk Sharon sebagai ungkapan terima kasihnya. Mata Sharon pun berkaca-kaca. Ia sungguh senang berteman dengan Indah, karena ia tahu kapan harus bertanya dan kapan harus diam. Dan kali ini, Sharon sungguh-sungguh tak ingin ada yang bertanya bagaimana ia mendapatkan benda seindah ini.
Indah pun berpamitan. Sharon mengantarkannya hingga ke pintu. Dan sekali lagi, Indah benar-benar teringat Ayu, adiknya. Entah siapa dirimu, Sharon. Kamu begitu misterius. Bagaimana tidak, bila ternyata di apartemen Sharon tersimpan dua buah bendera dengan dasar hitam dan putih bertuliskan syahadat. Benda yang sama, yang juga selalu ada di kamar Ayu, di tas punggungnya, di sepeda motor, di mobil keluarga, di daun pintu rumah, bahkan di pin bros kerudungnya.
Lalu tiba-tiba, Sharon memberinya benda seindah ini. Indah benar-benar tak mampu menguraikannya. Seandainya Ayu ada di sini, batinnya. Ia pasti bisa memaknai segala peristiwa ini.
Adiknya yang sholehah itu selalu mampu mengaitkan setiap detil kejadian sehingga menjadi satu rangkaian utuh dan mudah dipahami. Seperti dulu ketika Islam jadi tertuduh dengan serangkaian bom di tanah air, masyarakat menjadi phobi dan benci dengan semua perjuangan beratribut Islam. Tak terkecuali dirinya.
Ia pun sempat melarang adiknya mengikuti aktifitas dakwah yang bertujuan mengembalikan kehidupan Islam di tengah-tengah kaum muslimin. Tapi Ayu bisa membuka matanya bahwa serangkaian bom hanyalah sebagai upaya untuk memojokkan Islam dan pejuangnya. Meski pelaku pengeboman adalah muslim, tetapi siapa otak di baliknya, siapa yang mendanai, motif apa di balik bom-bom itu, semua dipaparkan dengan jelas oleh Ayu. Hingga terkuaklah konspirasi global untuk memberangus para pejuang dakwah tak terkecuali mereka yang memakai metode tanpa kekerasan.
Akal dan hatinya pun semakin terbuka. Ah…adikku, andai kamu di sini, kamu pasti bisa memaknai peristiwa yang menimpa kakakmu ini.
#Bersambung Senin depan yaa...jangan ketinggalan :D
Ilustrasi: Google