View Full Version
Kamis, 07 May 2015

Bangsa Asia Afrika, Bersatulah di Bawah Naungan Khilafah

Oleh: Lusiyani Dewi, Kom. (Pemerhati Dunia Islam)

Kini, rakyat Indonesia tengah menjadi Tuan Rumah peringatan 60 Tahun Konferensi Asia Afrika. Peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) tersebut berlangsung pada tanggal 19-24 April di Jakarta dan Bandung. Pemerintah Daerah Kota Bandung sebagai bagian dari Tuan Rumah sudah semenjak beberapa waktu lalu melakukan bebenah fasilitas di Kota Bandung terutama disekitar gedung Konferensi Asia Afrika yang dahulu pernah menjadi tempat bersejarah KAA pada tahun 1955.  

Tema yang akan diusung dalam Peringatan ke-60 tahun Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia Afrika adalah "Penguatan Kerjasama Negara Selatan-Selatan". Penguatan, straigthening, kerjasama selatan-selatan dan kontribusi terhadap upaya untuk mempromosikan perdamaian dan kesejahteraan dunia.

Ridwan Kamil selaku Walikota Bandung berencana akan memberlakukan hari libur pada 24 April 2015 sehingga warga Bandung dapat bergabung dalam perayaan tersebut. Ia mengatakan bahwa tidak kurang dari 15 acara tingkat nasional akan disusun menuju peringatan puncak di Bandung. Selain itu, pada acara itu akan digelar konferensi HAM dan teknologi. Pihaknya juga akan mengundang CEO bisnis dunia. Bahkan Presiden Jokowi mengatakan Indonesia harus mempersiapkan peringatan KTT Asia Afrika dengan baik. Mulai dari akomodasi, logistik, pengamanan protokol, dan juga dari segi petugas kesehatan.

KAA merupakan suatu momen bersejarah bangsa Asia dan Afrika yang hendak melepaskan diri dari cengkeraman imperialisme yang pada saat itu terbagi menjadi dua kutub besar, yakni Blok Barat dan Blok Timur

KAA merupakan suatu momen bersejarah bangsa Asia dan Afrika yang hendak melepaskan diri dari cengkeraman imperialisme yang pada saat itu terbagi menjadi dua kutub besar, yakni Blok Barat dan Blok Timur. Umat manusia sejak dulu sudah menyadari bahwa penjajahan merupakan sesuatu yang sangat merugikan dan tidak manusiawi.  Namun perlu kita ketahui, bahwasanya  saat ini, penjajahan muncul dengan wajah baru, yang biasa disebut neoimperialisme dan neoliberalisme, yang kini mengancam berbagai negeri di belahan dunia, terlebih di Asia dan Afrika khususnya Indonesia. Penjajahan yang dimaksud yakni penjajahan secara ekonomi, politik, sosial, budaya, dll.

Neoimperialisme adalah penjajahan cara baru yang ditempuh oleh negara kapitalis untuk tetap menguasai dan menghisap negara lain. Dulu dikenal dengan semangat gold (kepentingan penguasaan sumber daya ekonomi), glory (kepentingan kekuasaan politik) dan gospel (kepentingan misionasi Kristiani). Meski mungkin kepentingan yang ketiga (gospel) kini tidak begitu menonjol, kepentingan pertama dan kedua (gold dan glory) nyata sekali masih berjalan.

Neoliberalisme adalah paham yang menghendaki pengurangan peran negara dalam ekonomi. Dalam pandangan neoliberalisme, negara dianggap sebagai penghambat utama penguasaan ekonomi oleh individu/korporat. Pengurangan peran negara dilakukan dengan: privatisasi sektor publik seperti migas, listrik, jalan tol dan lainnya; pencabutan subsidi komoditas strategis seperti migas, listrik, pupuk dan lainnya; penghilangan hak-hak istimewa BUMN melalui berbagai ketentuan dan perundang-undangan yang menyetarakan BUMN dengan usaha swasta.

Jadi, neoliberalisme sesungguhnya merupakan upaya pelumpuhan negara, selangkah menuju corporate state (korporatokrasi). Ketika itu, negara dikendalikan oleh persekutuan jahat antara politikus dan pengusaha. Akibatnya, keputusan-keputusan politik tidak dibuat untuk kepentingan rakyat, tetapi untuk kepentingan korporat (perusahaan) baik domestik maupun asing. Sebagai contoh, keputusan rezim Jokowi-JK yang bergegas menaikkan harga BBM, misalnya, adalah bukti kebijakan yang sangat sarat kepentingan asing. Meskipun kemudian diturunkan, namun tidak bisa menutupi maksud sesungguhnya dari kebijakan itu, yakni pemberlakuan liberalisasi migas secara total.

Rezim Jokowi-JK mencabut subsidi BBM dan menetapkan harga sesuai dengan harga pasar. Inilah yang dimaui oleh perusahaan migas asing agar mereka bisa leluasa masuk di sektor niaga BBM. Ini bisnis yang luar biasa besar. Mereka mengambil minyak di Indonesia, lalu diolah dan dijual di Indonesia, tetapi dengan harga internasional. Setiap tahun, perusahaan migas asing diperkirakan bisa meraup untung tak kurang dari Rp 150 triliun.

...peringatan Konferensi Asia Afrika hanyalah seremonial yang tidak membawa perubahan terhadap bangsa-bangsa Asia Afrika yang pada faktanya hingga kini masih tetap terjajah

Neoliberalisme dan neoimperialisme tentu saja berdampak sangat buruk buat kita semua. Di antaranya, tingginya angka kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, kerusakan moral, korupsi yang makin menjadi-jadi, dan kriminalitas yang kian merajalela. Banyaknya pejabat dan anggota legislatif yang menjadi tersangka korupsi menjadi bukti sangat nyata perilaku mereka yang menghalalkan segala cara guna mengembalikan investasi politiknya.

Eksploitasi SDA di negeri ini secara brutal juga menunjukkan bagaimana para pemimpin negeri ini telah gelap mata dalam memperdagangkan kewenangannya sehingga membiarkan kekayaan alam yang semestinya untuk kesejahteraan rakyat itu dihisap oleh korporasi domestik maupun asing. Kenyataan buruk itu makin diperparah oleh kebijakan-kebijakan politik seperti kenaikan harga BBM, elpiji, tarif listrik, dan lain-lain. Alhasil, kondisi negara asia-afrika hakikatnya masih terjajah secara politik, ekonomi, dll. Bangsa Asia Afrika belum juga berubah nasibnya walaupun sudah sekian tahun KAA berlalu.

Oleh karena itu, peringatan Konferensi Asia Afrika hanyalah seremonial yang tidak membawa perubahan terhadap bangsa-bangsa Asia Afrika yang pada faktanya hingga kini masih tetap terjajah. Padahal Asia Afrika merupakan wilayah dengan berbagai potensi besar jika ideologi yang digunakan tepat, maka akan muncul suatu perubahan menuju peradaban besar yang mampu mengalahkan hegemoni Amerika Serikat dengan kapitalismenya, maupun negara-negara Eropa lainnya.

Asia Afrika menjadi wilayah yang sangat strategis untuk menjadi peradaban besar. Untuk memenuhi cita-cita, semangat, dan harapan. Sudah selayaknya Negara-negara di Asia Afrika mengusung ideologi Islam sebagai solusi dengan Khilafah Islam sebagai institusi adidaya yang akan membawa umat manusia pada perdamaian dan kesejatehraan hakiki. Wallahu 'alam bish shawab. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version