View Full Version
Senin, 25 Mar 2024

Kota Layak Anak, benarkah Solusi Persoalan Anak?

 

Oleh: Sunarti

 

"Bak pungguk merindukan bulan", peribahasa ini tepat ketika berharap perlindungan dan kesejahteraan anak dengan mengandalkan Kota Layak Anak (KLA). Pasalnya sistem ini dilakukan tidak dengan kebijakan sektor lain yang mendukung keberhasilan program ini.

Salah satu contoh kota Ngawi yang berhasil meraih penghargaan kabupaten layak anak (KLA) kategori madya tahun 2023 yang lalu. Menurut Kepala Dimas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB), Nugraha Ningrum di Ngawi ada 58.768 anak. Dan dari sekian jumlah tersebut hak mereka harus dipenuhi.

Dalam program KLA ini kriterianya adalah pentingnya menjamin tumbuh kembang anak sebagai calon generasi emas. Pemenuhan hak anak adalah amanat konstitusi. Hak tersebut meliputi sipil dan kebebasan; lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dan kesejahteraan dasar. Selain itu hak pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya; serta perlindungan khusus (Jawa Pos Radar Madiun).

Anak dalam Jerat Problematika Umat

Saat ini anak yang semestinya menjadi generasi penerus bangsa yang tangguh, seharusnya belajar dengan giat untuk menggapai cita-cita. Sayangnya saat ini mereka sedang dirundung banyak persoalan. Mulai dari perilaku seks bebas, pengguna dan pengedar narkoba, hidup hedonis dan berbagai kejahatan yang lain. Gaya hidup dalam sistem sekular-liberal telah menyeret mereka pada kehidupan yang rusak.

Kehidupan mereka mengagungkan kebebasan atas nama hak asasi manusia. Sehingga nilai kebahagiaan diukur dengan besarnya materi tanpa memandang halal-haram dan juga benar-salah menurut aturan Sang Pencipta.

Ditambah lagi dengan dunia sosial media baik berupa konten-konten, game ataupun tontonan menarik lainnya menjadi konsumsi lezat bagi kalangan remaja. Di negeri ini tidak lagi ada filter untuk menyeleksi tontonan, mana yang merusak dan mana yang sifatnya mendidik generasi. Wajar jika perilaku menyimpang semakin hari semakin banyak dilakukan oleh remaja penerus bangsa.

Alih-alih KLA ini bisa menyelesaikan persoalan, program ini seolah memfasilitasi para remaja untuk berperilaku bebas di tempat-tempat umum yang telah disediakan. Apalagi kondisi ini tidak didukung dengan adanya kebijakan lain. Misalnya saja kebijakan dalam bidang ekonomi yang membuat anak-anak berada dalam keluarga yang utuh dan sejahtera. Dan sangat disayangkan Ngawi saat ini merupakan kabupaten termiskin ke 6 di Jawa Timur pada tahun 2023. Kabupaten ini memiliki persentase kemiskinan sebesar 14,40 persen.

Kemudian dalam bidang pendidikan. Anak semestinya mendapatkan hak untuk menjalani kehidupan yang lebih baik bukan sekedar ilmu untuk siap atau bekal mereka bekerja semata. Kurikulum pendidikan seharusnya juga bertujuan meningkatan moral generasi yang harus diupayakan. Sekarang kondisi sebaliknya, kejahatan yang terjadi tak lepas dari kelakuan anak-anak. Ditambah dengan degradasi moral anak-anak yang ini semestinya dirasakan dan digunakan sebagai "alarm" bagi semua pihak.

Dalam sistem kapitalis seperti saat ini, perlindungan terhadap anak hanya dilakukan secara parsial sahaja. Sejauh ini, lembaga-lembaga pemerintah berjalan sendiri-sendiri. Padahal akan lebih efektif jika dilakukan oleh negara secara integral. Tentunya negara bisa melihat akar persoalan dan memberikan solusi komprehensif.

Dan sekarang bisa dirasakan jika kebijakan pemerintah saat ini belum menyentuh akar masalahnya. Akibatnya segala kebijakan tidak menuai hasil yang diharapkan.

Bagaimana Islam Menyikapi?

Ini semua jelas berbeda dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam wajib bagi negara memenuhi kebutuhan pokok setiap warga negara, termasuk anak di dalamnya. Memberikan perlindungan, pendidikan dan kesehatan dan kebutuhan lainnya, bukan semata untuk penghargaan tetapi lebih karena menyiapkan generasi terbaik yang akan memimpin umat.

Sudah saatnya negeri ini berbenah diri dari segala lini kehidupan dengan perubahan mendasar. Bukankah semua berharap pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan? Jika sistem sekular-liberal telah sekian waktu gagal dalam penyelesaian problematika umat, lantas apakah yang masih diharapkan?

Anak adalah calon generasi emas di masa depan. Oleh karenanya, butuh solusi yang tuntas dan paripurna untuk mewujudkan cita-cita ini. Tugas negara-lah untuk memfasilitasi agar pemuda memiliki karakteristik yang kuat yakni pemuda yang selalu menyeru kepada kebenaran, mencintai Allah dan Allah-pun mencintai mereka, amar makruf nahi mungkar, memenuhi janji Allah, berkorban untuk agama dan hatinya selalu terikat dengan masjid. Wallahu alam bisawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version