View Full Version
Rabu, 04 Nov 2015

Mau Dibawa Kemana Bencana Asap Ini?

SUARA PEMBACA

Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebaran asap dari kebakaran hutan dan lahan di Sumatra dan Kalimantan terus meluas. Berdasarkan pantauan satelit Himawari dari BMKG pada minggu (25/10) pukul 08:30 WIB terdeteksi lebih dari tiga perempat wilayah indonesia tertutup asap.(Bijaks.net, 26/10).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan jumlah penderita infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) akibat kabut asap mencapai 529.527 orang di enam provinsi di Sumatera dan Kalimantan. Menurut Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho yang disampaikan pada hari Jumat pagi tanggal 30 Oktober 2015 , jumlah penderita ISPA akibat kabut asap sebagai dampak dari kebakaran hutan dan lahan mencapai 529.527 orang.

Jumlah penderita ISPA, masing-masing di enam provinsi yaitu Kalimantan Tengah 60.225 orang, Riau 79.888 orang, Jambi 129.229 orang, Sumatera Selatan 115.484 orang, Kalimantan Barat 46.672 orang, dan Kalimantan Selatan 98.029 orang. Data tersebut, berdasarkan laporan yang masuk ke BNPB pada 29 Oktober 2015. Namun, kemungkinan jumlah penderita yang sebenarnya lebih daripada itu. (antaranews, 30/10)

Menurut peneliti Center for International Forestry Research (CIFOR), Henry Purnomo (BBC Indonesia, 27/10). Dampak ekonomi akibat kebakaran hutan dan lahan Indonesia diperkirakan mencapai lebih dari Rp 200 triliun. Hitungan itu didasarkan pada angka kerugian pada tahun 1977 ditambah dengan kerugian yang dialami Malaysia dan Singapura. Hitungan itu masih sangat kasar dilihar dari kerugian ekonomi, tanaman yang terbakar, air yang tercemar, emisi, korban jiwa dan juga penerbangan.

Peneliti CIFOR, Henry Purnomo,mengungkapkan (Rappler.com, 4/9/2015) “kebakaran hutan adalah kejahatan terorganisasi karena lebih dari 90% disebabkan manusia atau sengaja dibakar, tujuannya membuka lahan perkebunan”. Menurut Henry Purnomo, pembakaran hutan merupakan cara yang paling murah untuk mengubah lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit sekaligus mendongkrak harga lahan. Baiya yang dibakar hanya $10-20 perhektar, sementara lahan yang dibersihkan secara mekanis membutuhkan $200 perhektar (BBC indonesia, 24/9).

Diluar masyarakat yang menderita kerugian akibat kabut asap, sekelompok orang justru menikmati hasil dari kebakaran hutan. Mereka adalah orang pengejar  keuntungan ekonomi dari pembakaran seperti kelompok tani, pengkalim lahan, perantara penjual lahan dan investor sawit. Investor sawit ini adalah para kapitalis tingkat lokal,nasional, regional maupun global; perorangan maupun perusahaan.

Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di sejumlah wilayah Sumatra dan Kalimantan selalu berulang dari tahun ke tahun. Namun, pemerintahan baru dianggap tidak belajar cara menanganinya.Seharusnya sudah bisa diantisipasi dan dicegah oleh pemerintah. Menurut Direktur Kebijakan Publik Nusantara, Muflihun dalam rilisnya kepada Republika.co.id, Rabu (28/10), meski Indonesia sudah melakukan sejumlah langkah bahkan  memperoleh bantuan dari negara-negara tetangga, pemerintah masih terkesan gagap dalam menanganinya. 

“Solusi yang diambil pemerintah bersifat parsial alias  setengah-setengah. Malah terlihat kurang tegas,” ujarnya.

Aksi pemerintah  memenjarakan atau menuntut individu serta perusahaan yang diduga membakar lahan tak akan cukup untuk mencegah kabut asap berulang. Kerumitan di lapangan terjadi karena para pelaku pembakar hutan, baik masyarakat maupun kelas-kelas menengah dan perusahaan, selalu berhubungan dengan orang-orang kuat mulai tingkat kabupaten,nasional, bahkan sampai tingkat ASEAN. Padahal, warga yang terkena asap menderita berbulan-bulan karena udara yang mereka hirup adalah udara yang sangat berbahaya. Belum lagi, kehidupan ekonomi, pendidikan dan sosial dari warga terganggu. 

Solusi untuk menangani dan mengatasi persoalan ini pada dasarnya ada jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek dan segera diantaranya: Pertama, menghentikan kebakaran lahan dan hutan yang menjadi sumber kabut asap. Berbagai cara telah dilakukan seperti water bombing, hujan buatan, pemadaman darat, pembuatan sumur, penyekatan area, dan sebagai harus terus dilakukan dan digerakan. Kedua, memberikan pelayanan kesehatan dan bantuan kepada korban kabut asap secara gratis dan besar-besaran, sebab jumlah korban sangat besar dan cakupan wilayahnya sangat luas.

Dana untuk hal pertama dan kedua ini bisa dikeluarkan dari APBN sampai mencukupi tanpa dibatasi, sebab ini berkaitan dengan nasi rakyat. Dana ini juga dapat ditagihkan kepada pelaku pembakaran.Ketiga, penindakan hukum secara tegas terhadap para pelaku pembakaran dan siapa saja yang terlibat.

Untuk jangka panjang harus diadakan infrastruktur untuk mencegah dan mengatasi kebakaran lahan dan hutan, baik berupa pembuatan kanal, penghutanan kembali, tata ruang dan lahan. Lebih dari itu,kebakaran terjadi karena adanya UU dan peraturan yang membenarkan hal itu. Maraknya kebakaran lahan ada kaitannya dengan sistem politik demokrasi yang sarat biaya.

Politis dan penguasa diantaranya mengumpulkan dana politik dengan pemberian penguasaan lahan. Semua itu harus dicabut dan diganti, itulah problem sistem dan peraturan perundangan, yang justru mejadi akar masalah kebakaran lahan dan kabut asap. Karena itu sistem dan peraturan itu harus dicabut dan diubah.

Bencana kabut asap hanyalah salah satu problem di antara banyak problem yang melanda bangsa dan negeri ini. Semua ini mestinya membuka mata, pikiran dan hati kita bahwa itu adalah akibat penyimpangan terhadap hukum Allah SWT dalam bentuk penerapan sistem demokrasi dan kapitalisme yang rusak.

Mementingkan keuntungan pribadi maupun kelompok, tidak memperdulikan hak orang lain, bahkan juga jika merugikan ataupun menyakiti orang lain. Solusi total dan tuntasnya semua penyelesaian adalah dengan dibawanya arah penyelesaian menuju pada ketaatan kepada Allah SWT.

“Telah tampak kerusakan di darat dan laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah menjadikan mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar),” (qs al-rum : 41). Wallahu’alam bish shawab.

Kiriman Dewi Linanti


latestnews

View Full Version