Sahabat VOA-Islam...
Sejak munculnya LGBT banyak kalangan yang membelanya. Baik mareka yang mengatasnakannya UUD, kebebasa, hak keamanan bagi kalangan minoritas, genetic dsb. Tidak aneh sih sebenarnya, karena itulah kerusakan moral yang pernah dilakukan oleh umat terdahulu dan suatu kepastian para pelaku dan pendukungnya akan mencari pembenaran dari seluruh sisi serta pembelaan.
Tapi yang aneh adalah katika ada ayat Al-Qur’an yang diperkosa untuk membenarkan perilaku keji ini. Yaitu dengan dengan menjadikan Qs. Al-Waqi’ah : 17, Al-Insan : 19 dan Ath-Thur : 24 sebagai ayat mendukung perilaku LGBT. Terlalu memaksa. Sepertinya mareka tidak pernah menjadi guru TK/SD. Pikirannya cuma mesum. Kebahagiaan hanya dinilai dengan standar kenikmatan perut dan apa yang dibawah perut. Penilaian yang nihil dan terlalu rendah. Mareka menilai ayat ini dari segi sex. Kebahagiaan melihat anak-anak kok dinilai dari segi sex. Na’udzubillah.
Mareka sepertinya tidak pernah merasakan betapa bahagia seorang guru TK atau SD yang mengajar murid-muridnya hafal juz 30 sehingga semua bisa. Padahal sebelumnya para murid berawal dari 0.
Mareka tidak paham betapa seorang guru TK dapat menyembuhkan stress yang diakibatkan dari kehidupan rumah, social dan okonominya ketika bertemu dengan keluguan dan keunikan anak-anak saat bermain, berlari dan bertaburan di hadapannya. Apalagi anak-anak di usia belia tersebut sudah mengerti adab dan sudah bisa menghargai orang lain serta sadar tidak menyakiti yang lain dalam bermain dan berlari. Semua beban buyar saat melihatnya. Dan sang gurupun akan tersenyum bahagia. Bahkan mata bisa mengeluarkan bening-bening putih. Terharu melihat adab-adab mareka.
Mareka sepertinya juga tidak paham bahwa betapa bahagianya seorang guru bisa memberikan kasih sayang terhadap anak-anak. Betapa bahagianya seorang guru yang bisa membahagiakan murid-muridnya yang masih kecil, membuat mareka ceria dan bisa diam dari tangisangisnya. Betapa bahagianya seorang wanita yang didepannya banyak bayi-bayi dan dia dapat menggendongnya satu per satu. Apakah mareka mengerti tentang kebahagiaan itu?
Sepertinya di tengah-tengah kemerosotan adab saat ini mareka tidak pernah merasakan betapa senang dan bangganya seorang guru ketika dia sedang duduk di depan kelas, tiba-tiba ada anak usia kelas 3 SD datang menyungguhnya air teh
Sepertinya di tengah-tengah kemerosotan adab saat ini mareka tidak pernah merasakan betapa senang dan bangganya seorang guru ketika dia sedang duduk di depan kelas, tiba-tiba ada anak usia kelas 3 SD datang menyungguhnya air teh. Ketika gurunya datang semua berkerumun menyalaminya satu persatu dan menenteng tas gurunya sampai ke kelas. Ada kebahagiaan tersendiri dalam diri guru yang telah mampu menanamkan nilai adab yang tinggi pada diri mareka.
Karena mareka tidak berakhlak dengan ayat Allah mungkin mareka tidak pernah merasakan perilaku adab yang sama dari anak-anak kecil.
Kebahagiaan di sini bukanlah kebahagiaan sex. Sangat nihil kalau itu kongklusinya. Tapi ini adalah kebahagiaan terdalam yang terletak pada diri manusia.
Apakah mareka tau betapa bahagianya seorang nenek yang di sekelilingnya berkumpul cucu-cucunya dengan pakaian baru, indah dan rapi. Apakah pandangan kebahagian nenek saat itu adalah pandangan sex? Astaghfirullah.
Begitu juga di Syurga, Allah akan menampakkan di hadapan kita wildaan (anak-anak kecil) dengan gelas cantik di tangannya. Mareka seperti mutiara yang bertebaran. Sehingga yang melihatnya akan bahagia. Di Syurga merupakan kupulan berbagai kebahagiaan. Kebahagiaan apa saja yang ada di dunia akan ada di Syurga, tapi berlipat-lipat ganda. Wallahu’alam. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Nashih