View Full Version
Senin, 04 Apr 2016

KPK, Dinasti Ahok dan Ambisi Ahok jadi Presiden

Mengawali tulisan ini, mari kita kutip pengakuan Zengweijian, salah satu tim sukses Fify-Yugo, Fify adik ketiganya Ahok yang kalah telak di Pilkada Pangkal Pinang. Dalam pengakuannya yang tercatat di blognya, Zengweijian menulis, “Ahok ingin jadi Presiden. Ahok minta aku bikin blue-print strategi presidency.”

Tulisan itu dibuat 21 Juni 2014 dari Rutan Salemba. Dulu ia juga aktif di CDT 31, lembaganya Ahok. Ia dipenjara lantaran rekayasa kasus narkoba. Itu juga ditulis dalam blog pribadinya. Cukup tentang Zengweijian, kita ke KPK.

Ketika deras desakan publik atas pengungkapan kasus Sumber Waras yang terindikasi melibatkan Ahok, KPK berdalih masih menyelidiki niat jahat kasus tersebut. Entah sejak kapan dan UU apa yang mengatur niat. Padahal banyak kepala daerah ditangkap KPK atas dasar awal temuan BPK. Kenapa perlakuan ke Ahok beda? Publik geram.

Awal April 2016 akan ada gerakan damai sejuta umat mendorong KPK mengungkap Sumber Waras yang diduga melibatkan Ahok. Namun belum juga kasus itu selesai, KPK menangkap Sanusi atas dugaan suap kasus reklamasi teluk Jakarta.

Kita ke Sumber Waras dulu. BPK mengungkap enam penyimpangan kasus Sumber Waras. Penyimpangan pembelian lahan Sumber Waras sudah terjadi dari tingkat perencanaan. Rinciannya dari perencanaan, penganggaran, pembentukan tim pengadaan pembelian lahan, pembentukan harga, dan penyerahan hasil.

Transaksi Sumber Waras yang dilakukan akhir tahun juga sangat janggal. Apalagi Ahok telah disarankan BPK untuk membatalkan pembelian itu, tapi ditabrak juga. Lahan Sumber Waras masih sengketa antara Ciputra dan Kartini, Ketua Yayasan Sumber Waras. Ciputra telah membayar DP Rp 50 miliar.

Bahkan, lahan itu juga masih menunggak pajak. Bagaimana mungkin tidak ada niatan tertentu jika lahan tidak layak, bersengketa, dipanjer pihak lain, menunggak pajak, tapi masih dipaksakan dibeli Ahok. Apalagi melihat kejanggalan tiga Pergub soal NJOP, yang diterbitkan dalam waktu singkat. Ada apa? Publik semakin heran mengetahui notaris itu adalah adik ketiga Ahok, yakni Fify.

Simak penelusuran Aktualdotcom, 11/3/2016: dalam proses pembelian tanah Sumber Waras, Pemprov DKI awalnya menggunakan notaris bernama Fifi Lety Indra. Itu tercantum dalam audit yang dilakukan BPK terhadap APBD Pemprov DKI 2014. Namun di tengah proses pembelian, Pemprov justru mengganti Fifi sebagai notaris. Belum diketahui apa motif pergantian itu.

Nah apa latar Fifi, adik ketiga Ahok? Di blog Fifi tertulis: ia memulai karir sebagai praktisi hukum di LBH Jakarta, 1992-1993. Di tahun 2006, Fifi membangun kawasan wisata terpadu di Bukit Batu, Belitung Timur, seluas 40 ribu meter. Ini tercatat di blog pribadinya. Tahun 2008, Fifi sempat bertarung di Pilkada Pangkal Pinang, tapi nyungsep lawan incumbent.

Hal menarik, konsorsium jurnalis investigatif internasional atau ICIJ, mencatat Law Firm milik Fifi. Nama Fifi Lety Indra & Partner, ada di negara parkiran dana tax haven: BVI. Biasanya di British Virgin Islands ini hanya membuat bendera dengan operasionalnya dikuasakan ke pelbagai bank ternama di dunia dengan menggunakan fund invenstment sebagai vehicle. Semisal, UBS, Credit Suisse, Deutsche Bank.

Perusahaan rahasia tanpa kantor, tanpa pegawai, perusahaan yang hanya tercantum di atas secarik dokumen, kerap disebut perusahaan kertas atau paper company. Lantaran itu BVI dikenal sebagai tempat favorit penampungan pencucian uang dan uang haram. Selalu didamba para jiwa korup, pejabat dan pengusaha nakal. Sebab datanya rahasia.

Rekening Offshore dan Tax Haven

Investigasi ICIJ, Fifi Lety Indra & Partner ada di Portcullis TrustNet Chambers P.O. Box 3444 Road Town, Tortola British Virgin Islands. Negara tax haven, sangat seksi menjadi tujuan pelaku pengemplang pajak, pencucian uang, atau kejahatan finansial lainnya.

Lalu, Fify Lety Indra & Partner juga tercatat di laporan bertajuk: The Secret List of OffShore – Companies, Persons and Adresses, Part 72, Indonesia, yang dirilis Bernd Pulch, 2 Februari 2004. Selain Fify, ada sederet nama cukong Taipan dan perusahaan jumbo di Indonesia. Mulai perusahaan otomotif, migas, properti, sampai asuransi.

Pengungkapan kasus reklamasi berhasil menjerat anggota Dewan Sanusi dan Presiden Direktur Agung Podomoro Land Tbk Ariesman Widjaja. Penangkapan ini membuat Ahok jumawa dan seolah mengaburkan Sumber Waras. Tapi bukankah penangkapan ini makin memperjelas dugaan keterlibatan Ahok?

Polemik reklamasi menghabiskan energi bangsa ini. Publik disajikan perselisihan antara Menteri Susi dengan Ahok. Mereka berselisih soal izin reklamasi yang berada di ranah masing-masing. Susi bilang itu wilayah pusat. Ahok bilang itu wilayahnya.

Izin pun dikeluarkan Ahok melalui Keputusan Gubernur Provinsi DKI Nomor 2238 2014 tertanggal 23 Desember 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra, anak perusahaan Podomoro. Izin itu mendapat kecaman keras dari pelbagai pihak. Dari masyarakat, menteri sampai DPR.

Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi meminta Ahok membatalkan izin reklamasi Teluk Jakarta. Jakarta merupakan kawasan strategis nasional yang diatur Pemerintah Pusat melalui UU, Perpres, PP, Permen, bukan diatur oleh Pergub (Sindonews, 6/4/2015).

DPR berencana membentuk panja menyelidik kejanggalan keluarnya izin reklamsi yang telah dikeluarkan oleh Ahok (Tribunnews, 14/4/2015). Kementrian Kelautan dan Perikanan menegaskan Tiga Aturan Diserobot Ahok untuk Reklamasi Teluk Jakarta (Republika, 10/3/2016). Kenapa KPK belum juga memeriksa Ahok?

Padahal begitu banyak dampak buruk terhadap lingkungan dan masyarakat. Terutama nasib nelayan dan ancaman banjir Jakarta. Bahkan dengan bangga Ahok malah memamerkan membiayai pembangunan gedung parkir Polda Metro Jaya senilai Rp80 miliar dari kompensasi rekalamasi Podomoro (Aktual, 2/3/2016).


Kotak Pandora Taipan

Reklamasi teluk Jakarta yang disebut Giant Sea Wall, disebut-sebut siap menelan biaya Rp 500 triliun ini akan dikerjakan 12 perusahaan. Yakni, PT Muara Wisesa Samudera anak perusahaan PT Agung Podomoro Group, Salim Group Co, PT Agung Sedayu Group, PT Pembangunan Jaya Ancol, PT Intiland Development, PT Kapuk Naga Indah, PT Taman Harapan Indah, PT Jakarta Propertindo, PT Pelindo, PT Jaladri Eka Paksi, PT Manggala Krida Yudha, dan satu perusahaan dari negara Cina, Fuhai Group.

Apakah kelak KPK akan membuka kotak pandora taipan dalam proyek ini? Jangan-jangan, KPK sengaja tebang pilih untuk memuluskan pembunuhan karater Muslim dan pribumi yang dianggap korup. Padahal rekor koruptor terbesar dipegang China non Muslim, yang kasusnya tenggelam dan pelakunya mabur.

Maka terkuaklah kenapa Piagam Jakarta sampai hari ini ditenggelamkan. Kenapa UUD 1945 diamandemen sampai empat kali. Klausul penting yang perlu kita garis bawahi dihilangkannya syarat presiden dari bangsa Indonesia asli.

Artinya, siapapun bisa menjadi presiden asal ia WNI. Tak peduli mau dari Afrika, Amerika atau China. Tak harus pribumi asli. Piagam Jakarta yang diinisasi 22 Juni 1945 menyepakati presiden Indonesi harus berasal dari: warga Indonesia asli pribumi dan beragama Islam.

Lalu, klausul itu dihapus. Diganti tanpa harus beragama Islam. Kemudian dengan diamandemennya UUD 1945 sebanyak empat kali menjadi UUD 2002, klausul syarat presiden diganti lagi, hanya menjadi: WNI. Tak peduli ia keturunan mana, tak peduli berapa lama tinggal di Indonesia asal jadi WNI. Padahal untuk jadi WNI mudah sekali.

Kini, Indonesia telah dikuasai cukong China. Ekonomi sampai politik. Apakah hukum juga akan diperalat mereka? Lalu, apakah niat KPK enggan menangkap Ahok ingin memuluskan rencana Ahok agar bisa jadi presiden? Memilih pemimpin kafir tidak apa-apa asalkan kebusukannya ditutupi, dilindungi!

Kiriman Rudi Agung, jurnalis, ghost writer.


latestnews

View Full Version