Sungguh ironis berada di zaman kapitalis saat ini. Bagaimana tidak, memang sudah jadi fakta bahwa Indonesia adalah negeri darurat narkoba. Narkoba kini menimpa jajaran pejabat negara yang notabene sudah disumpah untuk mengayomi rakyatnya. Apakah sistem saat ini sangat mudahnya meloloskan seleksi seorang bupati yang ternyata sudah terlibat lama dengan narkoba?
Ahmad Wazir Nofiadi (AWN) digelandang ke Gedung Badan Narkotika Nasional (BNN) pusat di Cawang, Jakarta Timur. Bupati yang masih berusia 28 tahun itu diterbangkan dari Ogan Ilir, Sumatera Selatan, gara-gara tersangkut narkoba. Ia ditangkap bersama 4 temannya saat tengah pesta narkoba di kediamannya di Jalan Musyawarah, Kelurahan Karang Jaya, Kecamatan Gandus, Palembang, Sumsel.
Penangkapan AWN sangat mengejutkan. Pasalnya, dia bukan orang biasa. AWN adalah Bupati Ogan Ilir yang baru saja dilantik 17 Februari lalu. Penangkapan AWN ini sekaligus menjadi bukti bahwa narkoba telah merasuk hingga ke pejabat sekelas pemimpin daerah, yang seharusnya memberikan contoh baik kepada rakyatnya. Hasil penyelidikan sementara, AWN mulai mengonsumsi narkoba sejak 5 tahun lalu. Seharusnya, dengan rentang waktu yang demikian lama AWN bisa terdeteksi menggunakan narkoba. Penyelidikan pun berkembang. Muncul dugaan tim medis memberikan keterangan palsu saat memeriksa kesehatan para kontestan Pilkada Ogan Ilir (liputan6.com).
Pejabat semestinya menjadi teladan dan memiliki modal kapabilitas kepemimpinan. Namun dalam sistem demokrasi siapa saja bisa menjadi penjadi pejabat bahkan pengguna narkoba asal memiliki modal memenangkan suara pada pilkada. Inilah PR besar generasi penerus yang akan datang. Sejatinya memang harus ada perbaikan sistem secara universal dalam masalah pengangkatan pemimpin. Mekanisme demokrasi gagal menciptakan sosok calon pemimpin, tidak cukup hanya dengan tes narkoba dalam pelolosan pencalonan bupati.
Tes kepribadian Islamlah yang menjadi tolak ukurnya. Seorang pemimpin harus memiliki pola pikir (aqliyah) yang matang dalam setiap aktivitas yang dia kerjakan, disamping itu dia juga harus memiliki pola sikap (nafsiyah) yang sudah sesuai standar Islam. Wallohua’lam bisshowab. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Nia Amalia, Ibu Rumah Tangga, tinggal di Tulungagung