Oleh: Firdaus Bayu (Pusat Kajian Multidimensi)
Baru ini Organisasi Kesejahteraan Rakyat (Orkestra) melayangkan hasil survei perihal tanggapan publik atas Pemerintahan Jokowi-JK. Data tersebut mengungkapkan sebanyak 52,1 persen masyarakat menilai kinerja Jokowi-JK baik dan 18,3 persen lainnya mengatakan buruk. Pemberitaan tersebut mengesankan rezim ini adalah rezim yang baik.
Namun apa mau dikata, meski begitu, banyak hal yang tak akan pernah bisa ditepis oleh siapapun, bahwa di tangan Jokowilah perpanjangan kontrak PT. Freeport berlangsung hingga 2041. Di era Jokowilah total utang pemerintah pusat tercatat mencapai Rp 3.779,98 triliun.
Di zaman Jokowi pula, saat pengangguran banyak terjadi, tenaga kerja asing asal Cina di Indonesia justru mencapai 21.271 orang (2016), paling besar dari jumlah di negara lainnya. Di rezim Jokowi juga aset-aset negara terancam bahaya, tercetus rencana 800 anak perusahaan BUMN dijual. Di masa Jokowi pula, harga garam naik drastis dan pemerintah melakukan impor sebanyak 75.000 ton, padahal Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang di dunia.
Di bawah komando Jokowi juga terjadi pencabutan subsidi listrik besar-besaran dengan target 19 juta rumah tangga sebagai sasarannya. Negeri ini amat gaduh di tangan Jokowi akhir-akhir ini, dengan kasus-kasus kriminal yang disangkakan kepada ulama, hate speech oleh para aktifis, sementara ujaran senada dari sebagian pihak lainnya molor tak terusut. Jokowi juga pernah menerima tamu besar Komunis Vietnam di tengah makian rakyat atas isu PKI yang bergulir belakangan ini.
Kekecewaan umat Islam membuncah ganas di era Jokowi juga, hingga melahirkan aksi besar bela Islam 212 yang berlanjut dengan reuniannya di tahun ini. Dan yang masih jelas dikenang, pemerintahan Jokowi juga bersikap represif terhadap dakwah umat Islam dengan Perppu Ormasnya yang kini telah resmi menjadi UU.
Dengan segudang kebijakan mengecewakan itu, rakyat sesungguhnya telah merasa dirinya tertipu. Mereka terluka terlonta-lonta atas derita yang tak kunjung reda. Normalnya, korban kedzaliman yang dikhianati itu akan merasa kecewa dan mengatakan tidak suka.
Semoga rakyat masih jujur untuk mengakui isi hatinya, dan angka-angka survei itu bukan sekedar alat dongkrak keterpurukan rezim jelang pesta demokrasi 2019 mendatang. [syahid/voa-islam.com]