Sahabat VOA-Islam...
Reuni 212 telah terlangsung dengan tertib dan aman. Sekitar 7,5 juta umat muslim memadati area Monas. Pada tahun sebelumnya ditempat yang sama mereka berkumpul menyuarakan kebenaran, menuntut keadilan atas penista alqur'an.
Kini dengan semangat yang membuncah atas dorongan iman, umat muslim dari berbagai daerah, berbagai organisasi masa, berbagai lapisan masyarakat bersatu meninggikan kalimatullah, mengibarkan panji Rasulullah dan meneriakan takbir.
Acara yang digagas oleh Presidium alumni 212 beserta kawan-kawan mendapat repon positif dari umat muslim di negeri ini, khusunya mereka yang tahun lalu juga terlibat langsung dalam aksi 212, juga umat muslim yang merindukan dekapan ukhuwah dalam persatuan. Meski tak sedikit yang berkomentar nyinyir.
Reuni 212 tidak jelas tujuannya, buang-buang energi dan biaya saja, lebih baik disumbangkan untuk orang miskin. Ada pula yang mencurigai acara ini syarat kepentingan politik. "Kalau dulu muatan politiknya jelas sekali arahnya ke Gubernur DKI (Ahok) yang lama. Ini juga tidak jauh dari politik 2018-2019," ungkap Kapolri Jendral Tito Karnavian. Ketua Setara Institute Hendardi sependapat dengan Kapolri bahwa reuni 212 merupakan gerakan politik yang digagas elite Islam. Aksi tersebut menjadi arena politik baru sejalan dengan agenda politik formal (2/12) mediaindonesia.com
Lantas apakah ada yang salah dengan reuni 212 yang diadakan umat muslim ini? Jikapun dibahas persoalan politik apakah mereka melanggar konstitusi?. Membahas persoalan umat tak akan lepas dari politik juga. Apakah yang absah membahas politik hanyalah anda-anda yang duduk di kursi pemerintahan?
Biar gak gagal paham, penting mengetahui makna politik itu sendiri apa. Jika yang dipahami politik sebatas perebutan kekuasaan dengan mengusung calon dari partai politik(parpol), banyak-banyakan suara pendukung massa dalam pesta demokrasi maka ini makna politik yang dangkal. Karena faktanya reuni 212 tidak mengusung nama parpol tertentu, atau dibiaya oleh parpol tersebut. Reuni 212 juga bukan ajang kampanye menebar janji ini dan itu. Apakah mereka khawatir ini menjadi rival berat bagi kubu penguasa lama yang ingin mempertahankan kekuasaanya diperiode mendatang?
Dalam kitab Mafahim Siyasiyah dijelaskan politik adalah ri'ayatus syu'unil ummah dakhiliyah wa kharajiyah bi hukmi mu'ayanin, (pengaturan urusan ummat di dalam negeri dan luar negeri, dengan hukum tertentu). So, kalau kita bicara Islam maka pengaturan tersebut menggunakan aturan Islam. Kalau bicara Kapitalisme maka hukum yang digunakan adalah Kapitalisme. Begitupula dengan Sosialisme-Komunisme.
Islam agama yang sempurna, menjadi mayoritas di negeri ini tidak hanya mengurusi ibadah mahdloh individu saja. Tapi juga mengatur urusan umat untuk meraih kemaslahatan, ini merupakan aktivitas politik. Berdoa meminta pemimpin yang baik dan bijak juga bisa kategori politik. Bekumpul dan berharap Indonesia damai juga bisa juga kategori berpolitik. Bahkan yang melarang orang berkumpul dan berdoa juga berpolitik.
Perhatikan sabda Nabi Saw. "Siapa saja yang bangun dipagi hari, sementara perhatiannya lebih banyak tertuju pada kepentingan dunia, maka ia tidak berurusan dengan Allah. Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslim maka ia tidak termasuk golongan mereka (kaum Muslim)" (HR. al-Hakim dan al-Khatib dari Hudzaifah ra)
Oleh karena itu sesama umat muslim harus senantiasa memperhatikan urusan umat, dan menjaga agar seluruh urusan tersebut dapat terlaksana dengan hukum syari'at Islam. Negara merupakan lembaga yang mengatur urusan rakyat secara praktis, lalu umat mengontrol sekaligus muhasabah dalam pelaksanaan tugasnya.
Firman Allah Swt. "...Maka putuskanlah (perkara) mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu menuruti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu"(Qs. Al-Ma'idah: 48).
Dengan demikian, reuni 212 salah satu bentuk kepedulian kaum muslim atas urusan umat. Kepedulian atas kondisi negara yang semakin memprihatinkan, terjadi bencana alam, terkurasnya sumberdaya alam, dan kian menumpuknya hutang negara. Dengan aktivitas politik ini besar harapan muncul kesadaran bersama, tanggungjawab bersama untuk menjaga negara. Melakukan muhasabah kepada penguasa agar melepaskan diri dari kedholiman dan cengkraman penguasa asing dan aseng yang menyengsarakan rakyat.
Jika umat Islam melepaskan diri dari urusan politik, mengikuti arahan orang-orang fasik agar menjauhkan diri dari politik, dari memahami persoalan umat dan memberikan solusinya sama saja dengan membiarkan sakit yang diderita umat semakin parah.
Saatnya umat muslim bangkit, sadar politik untuk mewujudkan persatuan yang kuat, khoiru ummah dan tak ada lagi yang perlu ditakutkan menyeru penguasa agar menjalankan hukum Islam. [syahid/voa-islam.com]
Kiriman Eni Mu'tamaroh, Anggota Komunitas Muslimah El Mahira Jombang dan anggota group Revowriter