View Full Version
Kamis, 22 Mar 2018

Fatamorgana Kemuliaan di Dalam Demokrasi

Oleh: Ummu Asyifa*

Sudah jatuh tertimpa tangga, malang nian. Seorang pasien yang tak berdaya, harusnya mendapat pelayanan yang baik malah mendapat tindakan pelecehan dari seorang petugas kesehatan.  Kasus yang terjadi di Surabaya, tepatnya di RS elite National Hospital (kompas.com 25/01/2018), sempat viral di medsos.

Kasus ini, kembali mengungkap bagaimana rasa keamanan berada pada tataran kritis untuk bisa peroleh. Ini bukan lah yang pertama. Telah ada tumpukan kejadian serupa, baik di tempat layanan kesehatan, tempat kerja, maupun fasilitas umum. Mengapa hal ini bisa terjadi di negeri yang penduduknya mayoritas muslim?

Dari sisi individu, rusaknya moral sangat dipengaruhi oleh minimnya pemahaman agama. Paparan pornografi yang bisa diakses di manapun dan kapanpun membuat syahwat kian beringas menuntut untuk dipenuhi.  Dari sisi masyarakat, menjangkitnya virus individualis telah menjadikan masyarakat semakin acuh. Tak peduli dengan apa yang terjadi disekitarnya. Mengikis rasa kasih.

Membunuh jiwa saling melindungi diantara sesama. Seringkali korban juga merasa malu untuk melapor. Andai terlaporkan, sanksi yang diterima pelaku tak memberi efek jera. Hal inilah yang kerap membuat masyarakat patah hati. Dari sisi negara, tidak adanya pemberlakuan hukum yang tegas, adil dan tidak tebang pilih.

Hal ini sangat jauh berbeda ketika kehidupan ini dipimpin oleh sistem Islam. Sebuah kisah diceritakan dalam ar-Rahiq al-Makhtum karya Syaikh Shafiyurrahman Mubarakfury. Bahwasanya,  ada seorang wanita Arab yang datang ke pasarnya orang Yahudi Bani Qainuqa. Dia duduk di dekat pengrajin perhiasan. Tiba-tiba beberapa orang di antara mereka hendak menyingkap kerudung yang menutupi wajahnya. Diam-diam tanpa diketahui Muslimah tersebut, pengrajin perhiasan ini mengikat ujung jilbabnya.

Ketika ia bangkit, auratnya seketika itu juga tersingkap. Muslimah ini spontan berteriak.  Seorang laki-laki Muslim yang berada di dekatnya pun melompat ke pengrajin perhiasan itu dan membunuhnya. Orang-orang Yahudi kemudian membalas dengan mengikat laki-laki Muslim tersebut lalu membunuhnya. Kejadian ini membuat kesabaran Rasulullaah Shallahu’alaihi Wassallam habis. Padahal sebelumnya, mereka berupaya mengadu domba Aus dan Khazraj.

Hampir-hampir terjadi peperangan di antara kedua suku ini. Rasulullaah Shallahu’alaihi Wassallam bersama pasukan kaum Muslim  pun berangkat menuju tempat Bani Qainuqa dan mengepung mereka dengan ketat. Bani Qainuqa yang pongah dan sombong ini akhirnya bertekuk lutut dan menyerah setelah dikepung selama 15 hari. Allah Subhanahu Wata’ala memasukkan rasa gentar dan takut ke dalam hati orang Yahudi ini.

Dari kisah di atas, tampak bawa ketika negara telah menjalankan fungsinya sebagai junnah (perisai), maka Negara akan mampu memberikan perlindungan kepada rakyatnya tanpa melihat status. Sebenarnya kita pun demikian. 

Dengan kekuasaan yang dimiliki, negara mampu menertibkan dan menindak apapun yang bisa menjadi pemicu syahwat. Seperti papan iklan, tayangan televisi, atau hal-hal yang sengaja mempertontonkan aurat. Pemahaman agama semakin ditingkatkan,  ukhuwah dimasyarakat dikuatkan.

Jikalau masih terjadi kasus setelah tindakan preventif ini dilakukan, maka negara harus memberlakuakan sanksi yang tegas dan menjerakan. Sehingga orang akan berpikir beribu kali untuk melakukan hal yang sama. Wallahua’lam bish showab

*) Penulis adalah seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Mojokerto, Jawa Timur


latestnews

View Full Version