View Full Version
Ahad, 01 Apr 2018

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang Terlupakan

Oleh: Ayu Susanti, S.Pd

Pahlawan tanpa tanda jasa, itu adalah label yang sering disematkan kepada para pendidik generasi bangsa. Label itu sering kita dengar dan memang pekerjaannya adalah pekerjaan yang mulia. Tugasnya mendidik peserta didik bukan hanya satu atau dua orang saja, tapi lebih dari itu.

Bahkan bisa dikatakan kondisi generasi yang akan datang ada di tangan para pendidik ini. Karena guru memiliki peran yang cukup besar dalam membentuk generasi yang akan datang.

Guru merupakan pekerjaan tak mudah. Dia harus mencurahkan segala kemampuannya untuk mentransfer ilmu kepada para siswa agar ilmunya bermanfaat dan dapat digunakan oleh siswa saat dia terjun mengabdikan diri ke tengah masyarakat.

Namun tak hanya sekedar ilmu yang diberikan. Tenaga, pikiran, waktu guru dicurahkan untuk membentuk karakter siswa ke arah yang lebih baik agar kelak anak didik mereka tak hanya sekedar pintar di bidang akademik tapi pun beradab dalam menjalani kehidupan.

Namun saat ini tugas berat seorang guru ternyata tak sebanding dengan pelayanan yang didapatkannya. Kita sering mendengar gaji guru yang kecil tak mencukupi kebutuhannya sehari-hari atau berbagai tunjangan-tunjangan yang dijanjikan yang tak kunjung datang. Bahkan pengangkatan untuk menjadi pegawai negeri pun senantiasa terhambat bagi guru honorer yang ujung-ujungnya mereka harus kembali gigit jari menerima kenyataan pahit ini.

Tapi totalitas dalam mendidik tidak boleh berkurang walaupun keadaan pelayanan untuk mereka serba kekurangan. Masa depan guru honorer tidak begitu jelas dan terkatung katung. Janji untuk pengangkatan guru honorer menjadi pegawai negeri sipil pun belum terlaksana sampai saat ini. Hal ini dikarenakan adanya regulasi yang tidak mendukung hal itu. Sehingga sudah menjadi rahasia umum nasib “Umar Bakri” ini tak kian membaik.

Masalah pembatasan usia pengangkatan guru honorer, regulasi yang tidak mendukung, sampai masalah mengangkat ratusan ribu honorer dalam waktu bersamaan akan menjadi beban tersendiri bagi anggaran negara, semua itu menjadi hambatan saat ini dalam menyejahterakan sosok pahlawan tanpa tanda jasa ini.

Lantas, jika pemerintah masih berpikir untuk mengangkat guru honorer, maka kemana lagi para guru honorer ini menggantungkan harapannya? Harus kepada siapa lagi mengadukan kondisinya dan meminta keadilan kesejahteraan untuk dirinya? Semua ini tak akan terjadi jika permasalahan yang menjadi penghambat pengangkatan guru honorer diselesaikan oleh aturan bukan buatan manusia tapi aturan Allah yang sempurna.

Dalam Islam tak ada kata-kata regulasi tidak mendukung. Tak ada juga hukum harus direvisi atau tambal sulam aturan dan bahkan harus menunggu bertahun-tahun untuk menggolkan rancangan sebuah undang-undang. Justru Islam sangat mengatur hal pendidikan termasuk bagaimana menyejahterakan para pendidik. Dan pemerintah memiliki perhatian besar dalam hal ini.

Kita ketahui bersama bagaimana Umar bin Khatab saat memimpin pemerintahan memperlakukan para guru dengan mulia. Umar bin Khathab menggaji guru sebesar 15 dinar ( 1 dinar = 4,25 gram emas atau setara kurang lebih 29 juta). Dalam Islam kepala pemerintahan harus mengurusi seluruh urusan rakyatnya termasuk dalam bidang pendidikan, seperti dalam hadits berikut:

Seorang Imam (Khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.(HR. Bukhari dan Muslim).

Kepala negara dalam Islam akan mencurahkan segala kemampuan dan perhatiannya untuk menjamin hak-hak rakyat termasuk menjamin kesejahteraan para guru. Karena dorongan untuk mengoptimalkan tugasnya sebagai kepala negara adalah keimanan dan rasa takut kepada Allah terutama saat harus mempertanggungjawabkan apa yang dipimpinnya di yaumul hisab kelak.

Kepala negara tak akan abai sedikitpun untuk mengurusi semua urusan warga negaranya termasuk memikirkan bagaimana memberikan pelayanan terbaik bagi sang guru. Semua ini bisa terjadi saat Islam menjadi pegangan kehidupan dan dipakai dalam mengatur berbangsa dan bernegara. Karena Islam adalah aturan yang Allah berikan pada ummat manusia untuk melahirkan kemaslahatan bukan kesengsaraan seperti aturan buatan manusia.

Islam bukanlah aturan karet yang bisa tarik sana tarik sini untuk kepentingan sekelompok orang. Islam juga bukan aturan yang dangkal yang harus selalu diganti setiap saat karena tidak bisa mengatur salah satu urusan kehidupan. Islam adalah aturan sempurna yang diberikan oleh Sang Maha Sempurna yakni Allah SWT. Dan kita selaku hamba Allah haruslah tunduk dan patuh kepadaNya sebagai bukti keimanan kita kepada sang Pencipta.

Oleh karena itu permasalahan kesejahteraan para guru tidak akan menjadi masalah lagi saat Islam yang dijadikan aturan. Dan tidak akan ada lagi pahlawan tanpa tanda jasa yang terlupakan. Wallahu alam bi ash-shawab. [syahid/voa-islam.com]

Penulis adalah alumni UPI, sekarang Ibu rumah tangga yang bertempat tinggal di Purwakarta


latestnews

View Full Version