View Full Version
Senin, 16 Jul 2018

Ibrah Bystander Effect Kenaikan BBM

Oleh: Astia Putriana, SE

(Anggota Komunitas Penulis “Pena Langit”)

Apa yang terlintas dalam benak kita ketika mendengar kabar kenaikan BBM? Sebagian besar mungkin akan menjawab, DEMO! Ya, seolah kacang yang tak terpisahkan dengan kulitnya, fenomena kenaikan BBM pun memang kerapkali tak terpisah dengan aksi demonstrasi.

Hanya saja, ada hal yang cukup berbeda dan keluar dari premis awal yang dibayangkan tadi yakni kenaikan harga BBM yang diumumkan beberapa hari lalu tidak banyak diikuti fenomena demonstrasi besar-besaran sebagaimana sebelum-sebelumnya.

Banyak orang-orang awam yang mempertanyakan fenomena "diem-diem bae", bukan atas diamnya pemerintah saat menaikkan harga, namun diamnya orang-orang yang biasanya melakukan demonstrasi semisal mahasiswa atau aktivis ormas.

Stigma radikal telah merongrong idealisme mahasiswa yang diharapkan menjadi garda terdepan representasi hati rakyat. Hingga menjadi pragmatis dirasa lebih baik karena memberikan rasa aman. Pun halnya dengan aktivis ormas, kritik terhadap pemerintah tak lagi menjadi mudah, tak sejalan dengan gembar-gembor kebebasan berpendapat yang selama ini diagung-agungkan.

Namun, jika kita melihat dengan kacamata yang lebih bijak dan bersih, maka adanya pertanyaan ini sejatinya adalah bukti kecintaan dan kerinduan masyarakat pada orang-orang yang selama ini menyampaikan aspirasi mereka. Mereka bukan hanya terbiasa tapi memang mengharapkan adanya perubahan dari orang-orang yang amat mereka yakini sebagai agent of change.

Secara teoritis, menurut kajian psikologis, kejadian diatas merupakan salah satu bentuk bystander effect, meski sering dihubungkan dengan perilaku individu, nyatanya efek ini juga mampu dikorelasikan dengan masyarakat. Istilah ini akan mudah dipahami dari kasus kenaikan harga BBM tadi.

Masyarakat pada umumnya menolak kebijakan tersebut karena menzalimi rakyat miskin, hanya saja adanya efek difusi tanggungjawab menyebabkan mereka enggan berusaha mengatasi. "Jika masih ada dia kenapa harus aku?". Menginginkan perubahan dengan berharap pada orang lain. Kurang lebih demikian.

Bystander effect membawa konsekuensi yang tak main-main. Masyarakat yang terus terjebak dengan efek ini akan terpola menjadi masyarakat yang apatis dan pasrah. Padahal Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 11)

Menengok sebegitu mengancamnya bystander effect terhadap masyarakat, nyatanya Islam sebagai agama yang sempurna dan paripurna memiliki seperangkat solusi yang mampu membentuk individu bahkan masyarakat yg peduli. Berkebalikan 180°.

ALLAH SWT dalam nash-nashnya telah memerintahkan manusia untuk ber-amar ma’ruf nahi mungkar dan mengesampingkan berbagai kecemasan dan ketakutan dengan kokoh pada kekuatan akidah.  Meyakini balasan pahala dan surga begitu manis dan nikmat. Keridhoan Allah lebih dari sekedar apa yang mampu dipandang mata dan dijangkau akal sehat.

Hanya saja, kenyataannya betapa banyak masyarakat yang belum memahami hal ini, hingga memang tidak menyadari dirinya terlalu lama dihinggapi bystander effect. Meski demikian, terdapat ibrah dari fenomena ini bahwasanya umat secara umum telah semakin terang menginginkan adanya perubahan, bahkan telah tercerahkan dengan solusi Islam. Perhatian dan rasa cinta umat justru semakin besar terhadap orang-orang yang dibungkam.

Orang-orang yang konsisten menyuarakan kebenaran dan keadilan tak perlu resah meski yang lain diam. Diam bukan sinyal kontra, namun bisa jadi hanya terjebak dalam efek ini. Semakin kencang dakwah, maka atas izin ALLAH akan semakin banyak orang-orang yang keluar dari efek ini serta ikut mengisi barisan perjuangan Islam.

ALLAH SWT akan senantiasa memuliakan orang-orang yang berdakwah, karena tak ada lisan yang lebih baik disisi ALLAH selain lisan yang menyeru kepada ALLAH.

وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?"

Jikapun ancaman dan tantangan masih menjadi pertimbangan, hal ini bukan menjadi alasan gugurnya kewajiban dakwah. Akan selalu ada banyak cara. Dan semua itu mudah bagi ALLAH.

“Dunia itu laksana surga bagi orang kafir, dan penjara bagi orang mukmin” (HR Muslim). [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version