View Full Version
Ahad, 11 Nov 2018

Para Penghina Kalimat Tauhid

Oleh: KH. Athian Ali

Berulangkali ketika Alloh SWT mengharamkan sesuatu kepada hambaNya, di antaranya ketika menetapkan hukum haramnya berzina(Q.S. Al Israa:32) minum khamar dan berjudi( Q.S. Al Ma idah 90), Alloh SWT menetapkan keharamannya tidak dengan kata "Diharamkan" tapi dengan mempergunakan kalimat "jangan dekati" atau dengan kata "jauhilah"

Salah satu hikmahnya adalah dalam rangka mendidik agar seseorang tidak sampai melakukan yang diharamkan ,dengan cara tidak mendekati dan atau menjauhinya. Karena seseorang yang berusaha mendekati sesuatu yang dilarang, maka yang bersangkutan berpeluang dan berpotensi besar untuk melanggarnya.

Di antara hikmah lainnya, adalah untuk memperluas wilayah hukum. Sebab jika dengan bahasa "diharamkan minum khamar" misalnya, maka tentu saja yang berdosa hanyalah mereka yang meminumnya saja. Tapi dengan kata "jauhilah" maka setiap yang terlibat dengan khamar berdosa hukumnya, mulai dari penjual, pembeli dan juga tentunya pabrik yang memproduksinya.

Bahkan yang terberat dosanya adalah semua pihak yang terlibat dalam perizinan, terutama sekali yang menandatangani izin berdirinya pabrik yang memproduksi barang haram tersebut. Dimana yang bersangkutan tentu saja harus ikut menanggung dosa sekian banyak orang yang terlibat dengan barang haram tersebut, khususnya para peminum sekian botol minuman khamar yang telah diproduksi selama sekian tahun.

Terkait dengan pembakaran kalimat tauhid, maka yang membakar tentu saja sangat besar dosanya dan sudah seharusnya dihukum dengan hukuman yang seberat- beratnya.

Yang tidak kurang besar dosanya, adalah pihak yang membela para pembakar, karena membela pelaku pembakaran kalimat tauhid dengan menyatakannya sebagai bukan penistaan, secara substansi juga merupakan penghinaan.

Berjamaah juga dalam penistaan, semua pihak yang berupaya untuk tidak menghukum para pelaku penghinaan dengan pasal penghinaan dan penodaan, termasuk pengadilan yang menetapkan "hanya " hukuman kurungan sepuluh hari dan denda 2000 rupiah , dengan tidak menerapkan pasal penghinaan dan penodaan, merupakan pihak yang juga telah ikut serta melakukan penghinaan dan penistaan.

Last but not least, rezim yang membiarkan bahkan terkesan melindungi para penista Agama selama ini, termasuk pembakar kalimat tauhid, maka tentu saja termasuk penghina dan penista sakralnya kalimat tauhid. Padahal, sebagai pihak yang pada pundaknya terpikul kewajiban melindungi hak rakyatnya, terutama hak perlindungan terhadap kesucian Agama, maka seharusmya pemerintah melindungi ummat Islam yang demi makna yang terkandung dalam kalimat itulah hidup dan matinya seorang muslim.

Saya yakin, dengan sikap pembelaan terhadap para penista seperti ini, maka darah ummat yang mendidih tidak akan pernah menjadi dingin, amarah di dada ummat yang membara tidak akan pernah padam.

Ummat Islam yang masih memiliki ruh keimanan dalam dirinya, masih tersimpan utuh kalimat tauhid dalam hati sanubarinya, pasti semakin yakin, rezim ini memang mutlak harus diganti di bulan April 2019 mendatang, agar penistaan terhadap Agama Islam selama ini, tidak akan pernah terjadi lagi dikemudian hari di negeri yang tentu saja sama sama kita cintai.


latestnews

View Full Version