View Full Version
Ahad, 16 Dec 2018

Pribumi, Bangkitlah!

Oleh: M. Rizal Fadillah

Aturan mengenai penghapusan diskriminasi ras dam etnis dimaksudkan agar tidak rasialis dan diskrimatif. Namun bangga dan menyebut ras atau etnis tertentu tidaklah apa apa.

Bangga menjadi suku jawa, suku sunda, batak, bugis, madura, dayak, melayu atau lainnya oke saja. Menyebut seseorang keturunan Arab, India atau Cina, apa salahnya juga. Tak boleh dihalangi, sepanjang hal itu tidak menyakiti atau merugikan.

Jangan dibatasi dengan hanya boleh menyatakan "Warga Negara Indonesia". Warga negara adalah konsep Hukum Tata Negara. Sungguh ironi kita ini, menyebut "pribumi" saja diharamkan sebagaimana inpres No. 26 tahun 2018.

Anak bangsa dilarang menyebut dirinya pribumi, sementara "asing" dan "aseng" merajalela merambah negeri. Seolah menjadi pemilik dari tanah, air, dan kandungan yang ada di dalamnya. Ketika kita bilang non pribumi menguasai banyak sumber daya alam, kita dituding rasialis. Ketika kita bilang ayo pertahankan tanah, kebun, dan pertanian dari "aseng" dan "asing" yang ingin membeli dan menguasai tanah lahan, maka kita disebut diskriminatif, bahkan provokator. Sungguh gerak rakyat menjadi semakin sempit. Ini negeri kami atau mereka ? Negeri jajahan atau merdeka ?

Berbagai proyek harus diawasi dengan seksama, jangan sampai menjadi jalan atau sarana kolonialisasi melalui hutang, kontrak, dan serbuan tenaga kerja asing. Reklamasi, Meikarta, Summarecon, kereta cepat, atau proyek lain di luar jawa, adalah contoh betapa pentingnya pengendalian proyek itu. Bila tidak, di samping merugikan negara, maka dapat pula berefek pada peminggiran pribumi.

Mulai saat ini kita mesti gelorakan spirit pribumi bangkit. Bangun komunitas pribumi di segala bidang atau lapangan. Dukung usaha usaha kecil dan menengah milik pribumi. Tenggelamkan pejabat dan politisi yang kasat mata berkonspirasi dengan kekuatan-kekuatan hegemoni untuk melemahkan posisi ekonomi, budaya, dan politik kaum pribumi.

Ayo birokrasi, polisi, TNI dan seluruh rakyat Indonesia bantu, lindungi, perjuangkan hak hak rakyat lemah yang tak mampu bersaing dengan kekuatan ekonomi raksasa. Berpihaklah pada kaum pribumi, bangsa asli kita sendiri, pewaris para pendahulu yang mati matian berjuang untuk kedaulatan politik dan ekonomi bangsa.

Selayaknya kita belajar dari Singapura yang dulu bumi melayu dan kini berubah menjadi negara dominan etnis china. Seluruh bidang berada dalam cengkeramannnya. Ketika terpilih kepala pemerintahan etnis melayu, diprotes lah ia, karena dianggap tidak merepresentasi warga.

Padahal dulu Singapura itu adalah negerinya orang-orang melayu. Pemimpin negara Indonesia harus belajar dari pengalaman pahit ini. Jangan buka peluang para pedagang berbuat bebas untuk mengubah peta demografi, tatanan ekonomi dan geo-politik negeri.

Jika penguasa serakah hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri dan tidak mampu melindungi hak hak pribumi atas dasar anggapan diskriminasi, maka tak ada jalan lain pribumi harus melindungi dan bergerak dengan langkah kaki sendiri.

Melakukan konsolisasi dan saling menguatkan serta menebar keyakinan bahwa bumi pertiwi ini adalah milik pribumi amanah Ilahi. Dijaga, dikelola serta diperjuangkan dengan sepenuh hati. Sampai titik darah penghabisan. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version