View Full Version
Selasa, 18 Dec 2018

Intoleransi Dalam Bingkai Sekulerisme

Oleh: Millania Hana K. P.  

Sebelum berbicara mengenai isilah toleransi-intoleransi, alangkah objektifnya apabila mengetahui terlebih dahulu apa sebenarnya arti kata tersebut. Menurut KBBI, arti dari kata toleransi sendiri yaitu, sifat atau sikap toleran.

Toleran adalah bersifat atau bersikap menegang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian atau pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan sebagainya yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri. Intoleransi adalah kurangnya toleransi.

Isu yang beberapa kali muncul di media menggunakan istilah ini sesuai dengan sudut pandang berfikirnya masing-masing. Bagi para pengamat media akan sangat mudah memahami arah penggiringan media untuk kepentingan siapa. Masyarakat bias menyaksikan dan menilai sendiri melalui beberapa kasus yang acapkali bersinggunggan dengan unsur toleransi atau bahkan yang memang sengaja disinggungkan.

Dalam sudut pandang paham sekulerisme misal, paham ini memandang bahwa aturan agama harus dipisahkan dengan aturan kehidupan. Sehingga ketika berlangsung sebuah peristiwa yang menginginkan suatu agama tak hanya mengatur urusan spiritualnya saja tetapi juga mengatur urusan keduniaan, maka ‘manusia-manusia sekuler’ akan memberikan stigma intoleran. Hal ini tercermin dalam peristiwa Aksi Bela Tauhid 212 yang dilaksanakan di Monas Jakarta yang lalu.

Berbeda halnya ketika Islam memandang terhadap toleransi. Islam mengenal toleransi dengan istilah tasamuh yakni, Islam memberikan kemudahan bagi siapapun untuk menjalankan apa yang sesuai ia yakini dan tidak ada paksaan dalam memeluk agam Islam. Aturan Islam menetapkan bahwasannya seseorang Muslim boleh berteman dengan kaum non-Muslim tanpa menjadikannya sebagai teman karib.

Islam membolehkan siapapun melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinan masing-masing. Dalam keberagaman, Islam juga memandang perbedaan sebagai rahmat dari Tuhan. Ini mengindikasikan bahwa Islam menghargai dan menghormati apa yang disebut perbedaan, baik itu perbedaan agama, suku, ras, bahasa, bahkan warna kulit.

Jika masih banyak meragukan toleransi yang diajarkan Islam maka kejayaan Islam yang pernah ada pada masa lampau dapat membuktikannya. Pada saat Umar Bin Khattab –salah satu sahabat Rasululllah yang mendapat julukan Amirul Mukminin- memimpin Darul Islam, Beliau sangat mewanti-wanti para gubernurnya agar memperlakukan kaum kafir dengan baik.

Kaum kafir disini yang tergolong sebagai kaum kafir dzimmi. Kafir dzimmi ialah kafir yang masih patuh dan tunduk pada aturan pemerintahan Islam. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version