View Full Version
Sabtu, 22 Dec 2018

Uyghur dan Sikap Tak Aktif Indonesia

Oleh: M Rizal Fadillah

Kekejaman sikap pemerintah negara komunis China terhadap etnis muslim Uyghur tidak diragukan lagi. Kamp konsentrasi ala Nazi konon dibuat. Kelompok perlawanan membela diri dari kezaliman dituduh sebagai gerakan teroris oleh pemerintah Cina.

Indonesia ekstra hati menyikapi karena berhadapan dengan pemerintah RRC. Ketergantungan besar negara dalam bidang ekonomi dan politik menyebabkan tak berdayanya pemerintah menghadapi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pemerintah Cina tersebut.

Sebagai negara muslim terbesar di dunia, masyakat Internasional berharap ada suara kritis Indonesia. Pemerintah ikut memberi tekanan kepada pemerintah Cina bersama negara dan badan badan pembela hak hak asasi manusia internasional lain. Sekurangnya menjadi inisiator untuk adanya pertemuan negara negara muslim membahas persoalan muslim Uyghur.

Sebagai negara yang Konstitusinya menegaskan tujuan bernegara adalah ikut dalam perdamaian dunia, dengan politik bebas aktif, maka sudah semestinya Indonesia lebih berani tampil dalam pergaulan dunia. Bebaskan diri dari ketergantungan Cina. Berdiri dengan kekuatan bersama rakyat. Presiden mesti membangun martabat bangsa.

Informasi jarangnya Presiden tampil dalam forum Internasional cukup memprihatinkan. Sikap kurang "pede" ini tentu bukan semata kemampuan bahasa tetapi lebih pada mental attitude dan penguasaan masalah yang dihadapi.

Ketika di dalam negeri bully dan pengkritisan sedemikian tajam, janganlah di luar negeri pun Presiden menjadi bulan-bulanan. Martabat bangsa dipertaruhkan karena forum diplomatik adalah forum merepresentasi bangsa yang seharusnya ditampilkan besar dan berwibawa.

Andai benar politik bebas dan aktif dilaksanakan dengan baik, Uyghur pun yang kita bela dan serukan perdamaiannya, akan dapat menjadi momen bagus bagi Presiden untuk memulihkan citra diri dan bangsa di mata forum internasional.

Sayang, kekurang "pede" an ini sudah melembaga rupanya. Sehingga wibawa bangsa Indonesia di kancah pergaulan dunia semakin merosot saja. Hilang asa ke depan ada perbaikan atau pemulihan. Mungkin kata bapak Presiden "itu urusan Menteri Luar Negeri". Oooooh. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version