View Full Version
Kamis, 03 Jan 2019

Prestasi Akuisisi Jokowi, Benarkah untuk Negeri?

Oleh: Khamsiyatil Fajriyah

Pemerintahan Jokowi bangga telah mengukir sejarah di tahun 2018. Salah satunya adalah prestasi pemerintah melalui PT Indonesia Asahan Aluminium(PT Inalum) mengambil alih 51,23% saham Freeport Indonesia, yang sebelumnya hanya 9,36%. Bangga karena tidak ada presiden sebelumnya yang bisa melakukan itu, juga usaha alot dan berliku yang ditempuh pemerintah untuk mendapatkannya dari negosiasi, pendanaan, hingga pembayaran. Harapannya, setelah akuisisi, Indonesia menjadi pemilik utama tambang emas raksasa ini.

Orias Petrus Moedak direktur keuangan PT Inalum juga dengan bangga menyatakan bahwa PT Inalum membeli saham PT Freeport Indonesia bermodal dengkul (Detikfinance.com).  Nekat, karena pemerintah tidak memiliki anggaran untuk mengakuisisi saham Freeport. Uang sebesar 3,85 miliar dolar atau 56 triliun rupiah bisa didapat oleh Indonesia dengan menerbitkan obligasi. Pembayarannya bertahap dari tahun 2021, 2023, 2028, dan 2048 dengan kupon atau bunga rata-rata 5,9991%.

Kemudahan memperoleh dana dengan cara menerbitkan obligasi sebenarnya bukanlah prestasi. Karena hakekatnya, surat obligasi dengan apapun cara pembayarannya, tetaplah hutang yang harus dibayar lengkap dengan bunganya. Kemudahan memperolehnya tidak sebanding dengan resiko yang akan diterima bangsa ini di masa depan. Bukan hanya resiko ekonomi yang akan diterima, tetapi juga resiko kedaulatan bangsa.

Resiko ekonomi dari hutang sebenarnya sudah dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Ketergantungan dengan mata uang sang debitur, menjadikan rupiah menjadi mata uang yang tidak berharga. Kalau hari ini 1 dolar AS adalah 15.000 rupiah, tentu saja akan berubah di 3, 5, 10 apalagi 30 tahun ke depan. Apalagi bila ditambah bunga yang juga harus dibayar. Meskipun nantinya akan diselesaikan dengan mencetak uang lebih banyak untuk membayar hutang, jelas hal ini bukan solusi. Karena dengan semakin banyaknya uang yang beredar, maka inflasi akan terjadi, daya beli masyarakat semakin menurun.

Resiko kedaulatan juga sudah kita alami. Sebagai negara yang seharusnya memiliki kedaulatan penuh atas negaranya, akhirnya harus didikte oleh pihak asing. Bukankah yang kita alami sekarang, dengan meratifikasi beberapa Undang-undang yang semakin liberal adalah konsekuensi dikte asing karena utang? Begitupun dengan ditariknya subsidi bagi rakyat, itu artinya memalak rakyat atas nama asuransi semesta untuk kesehatan. Belum lagi rakyat dicekik lagi dengan berbagai macam pajak. Bukankah semua ini kita terima karena utang pemerintah Indonesia sejak 2, 3, 5, 10 bahkan 30 tahun yang lalu?

Tambang emas Freeport sebenarnya adalah hak rakyat karena milik rakyat. Hal ini tidak akan pernah terealisasikan di sistem sekular kapitalis. Selain tidak mengindahkan syariah Allah SWT untuk mengatur seluruh urusan kehidupan, sistem yang ada sekarang lebih memihak kepada para kapitalis. Harapan untuk menyejahterahkannya seluruh rakyat Indonesia, hanyalah isapan jempol. Tambang emas ini tetap bukan kita yang memiliki. Hasilnya dan keuntungannya tetap untuk para pemilik modal, yang sudah membeli obligasi. Tak pernah ada jalan tulus dari sistem ekonomi kapitalis untuk memberikan hasil tambang emas untuk seluruh rakyat Indonesia.

Tambang dengan hasil yang melimpah adalah kepemilikan umum. Hasilnya untuk seluruh rakyat Indonesia dan untuk membiayai kebutuhan masyarakat secara umum. Tambang ini menjadi sumber dana untuk kesehatan, pendidikan, penyediaan fasilitas umum, juga untuk pencegahan dan penanggulanga bencana. Jadi tidak ada alasan lagi, keterbatasan pelayanan untuk kebutuhan masyarakat secara umum tidak terpenuhi karena tidak adanya dana. Karena faktanya tambang emas, minyak, gas yang melimpah ada nyata di negeri ini.

Seharusnyalah sumber daya alam sekaya itu dikelola oleh negara sepenuhnya, untuk kesejahteraan rakyat seluruhnya. Tentu saja pengelolaan yang benar ini telah diatur oleh syariat Islam. Penerapannya sudah pernah dilakukan oleh Khilafah, suatu sistem negara yang diridloi Allah SWT. Jadi tunggu apa lagi? Hanya manusia sombong saja yang tidak mau memakai aturan dariNya. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version