View Full Version
Rabu, 11 Sep 2019

Iuran BPJS Naik, Hilangkan Hak Sehat Rakyat

BAGAI ditampar di siang bolong, wacana akan kenaikan iuran BPJS telah melukai harapan rakyat untuk menikmati fasilitas kesehatan di negeri ini. Bahkan seperti yang dilansir di media CNN Indonesia, bahw Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani menyatakan kenaikan iuran BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan akan berlaku mulai 1 September 2019. Sebelum diterapkan, kata Puan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal menerbitkan peraturan presiden pada akhir bulan ini.  Setelah perpres terbit, Kementerian PMK akan menerbitkan aturan turunan berupa peraturan menteri koordinator PMK.

Dalam pernyataannya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengusulkan agar iuran BPJS Kesehatan untuk peserta mandiri kelas 1 dan 2 bisa dinaikkan sampai dengan 100 persen dan kelas 3 sebesar 65 persen. Serta dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti pada Minggu (8/9) diketahui usulan kenaikan tinggi disampaikan untuk mengimbangi klaim yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk membiayai perawatan peserta golongan tersebut.

Catatan Kementerian Keuangan, total iuran peserta mandiri kelas tersebut hanya Rp8,9 triliun. Namun, total iuran tersebut berbanding dengan jumlah klaim perawatan. Pasalnya, total klaim mencapai Rp27, 9 triliun pada periode yang sama. Dengan kata lain, rasio klaim peserta mandiri kelas tersebut mencapai 313 persen dari iuran mereka. Nufransa mengatakan dengan jumlah klaim sebesar itu, harusnya usulan kenaikan iuran peserta golongan tersebut bisa melebihi 300 persen. Lebih lanjut, Menteri Puan berharap dengan kenaikan iuran yang dibarengi oleh perbaikan manajemen, persoalan defisit yang diderita eks PT Asuransi Kesehatan itu bisa diatasi secara bertahap. Dengan demikian, perusahaan tak lagi bergantung kepada suntikan dana dari pemerintah. (cnnindonesia.com)

Siapapun tentu tidak bisa menafikkan bahwa kebijakan kenaikan BPJS ini sangat mengecewakan. Sekalipun bagi kalangan rakyat yang mampu secara finansial. Karena sesungguhnya kesehatan adalah hak seluruh rakyat, tidak boleh dimonopoli dan dijadikan ladang bisnis bagi sebagian pihak. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tentu tidak dapat melepaskan begitu saja tanggungjawab tersebut  untuk dilimpahkan kepada pihak swasta. Sehingga saat ini yang terjadi adalah situasi carut marut dan ujung-ujungnya rakyat yang dirugikan.

Jika kita jeli melihat permasalahan ini, sesungguhnya kesalahan terletak pada sistem BPJS yang prinsipnya bathil dimana pembiayaan berbasis industri kapitalisme asuransi kesehatan sehingga pelayanan kesehatan tunduk pada hasrat bisnis kapitalisme bukan kesehatan dan keselamatan jiwa rakyat. Serta kesalahan terletak pada persoalan paradigmatik, ideologis dan sistemik. Hal ini tentu merupakan buah dari penerapan sistem kehidupan barat sekuler, khususnya sistem ekonomi kapitalisme dan sistem politik demokrasi. Kebijakan yang digalangkan hari ini membuat keraguan masyarakat kepada pemerintah yang menganaktirikan kepentingan rakyatnya sendiri ketimbang cuan yang ditawarkan para korporat.

Lalu, pantaskah kita sebagai rakyat yang notabene pihak yang terhianati berdiam diri? Berdiam diri membuat mereka semakin senang memuluskan kepentingannya. Tidak ada solusi yang terbaik dan layak selain solusi Allah Sang Pencipta. Karena menapaki jalan Allah tidak mungkin menjerumuskan pada kesengsaraan. Allah sudah menurunkan aturan yang lengkap bagi manusia untuk diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan manusia, pun yang menyangkut masalah kesehatan publik.

Pada pelayanan kesehatan setidaknya ada tiga aspek paradigma Islam yang menonjol. Pertama, kesehatan merupakan kebutuhan pokok publik, bukan jasa untuk dikomersialkan. Karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.”(HR Bukhari)

Kedua, kehadiran negara sebagai pihak yang bertanggungjawab langsung dan sepenuhnya terhadap pemenuhan pelayanan kesehatan publik. Gratis berkualitas terbaik. Yang demikian itu karena Rasulullah saw menegaskan dan artinya, “Imam yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari). Artinya, haram negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator, apapun alasannya.

Ketiga, pembiayaan kesehatan berbasis baitul maal lagi bersifat mutlak. Baitul maal sebagai lembaga keuangan negara memiliki sumber-sumber pemasukan berlandaskan ketentuan yang ditetap Allah Subhanahu wa ta’ala. Termaktub dalam Alquran maupun As Sunnah dan apa yang ditunjukan oleh keduanya berupa ijma’ shahabat dan qiyas. Cukuplah Allah sebagai penjamin solusi dari seluruh permasalahan manusia.*

Fita Rahmania, S.Keb, Bd

Aktivis Fikrul Islam


latestnews

View Full Version