View Full Version
Senin, 14 Oct 2019

Fenomena Hijrah

KITA melihat semakin maraknya fenomena hijrah hari ini merupakan suatu kemajuan yang luar biasa. Ditambah lagi dengan maraknya artis hijrah, yang ternyata menciptakan pengaruh yang juga tidak kalah hebatnya di kalangan masyarakat. Animo orang bicara hijrah, berubah ke arah kehidupan yang lebih sesuai dengan ajaran syariat, adalah satu pertanda narasi alam yang tidak bisa kita bendung arusnya.

Fenomena ini kalau tidak salah ingat, bermula sekitar tahun 2009 dimana saat itu gerakan komunitas Hijabers Community (HC) tengah muncul ke permukaan. Dipelopori oleh Dian Pelangi, Ria Miranda, Jenahara Nasution, dan banyak tokoh designer perempuan lain yang berpengaruh pada masa itu. Penulis ingat, saat itu booming aktivitas blogging, dimana kesemua aktivitas hijabers itu penulis banyak amati dari blog para tokoh dibalik HC.

Animo ini terus berkembang bahkan sampai saat ini menuju kearah yang lebih baik. Trend Syar’i memenuhi pasar sejak 2014/2015 dan masih bertahan sampai saat ini. Ditambah lagi, menjawab kebutuhan Ummat saat ini para Asatidz pun mengemas da’wah dengan kemasan yang lebih mudah untuk diterima di kalangan masyarakat. Banyak kegiatan semacam festival, pameran, dan semacamnya dikemas untuk da’wah. Sebut saja kegiatan HijrahFest, Muslim United, MuslimFest, Nussa Ukhuwah Show, dan sebagainya.

Namun ditengah baiknya deras arus tersebut, tetap saja masih ada kalangan nyinyir yang membenci dengan sebegitu dengkinya terhadap perubahan baik ini. Tentu tidak heran, sebab dalam Al-Qur’an sendiri Allah telah mengingatkan, bahwa kaum Kafir baik Yahudi, Nasrani, dan selainnya tidak akan ridla terhadap kaum muslimin sampai kaum muslimin mengikuti millah mereka. Bahkan dalam Al-Qur’an Allah menggunakan kata Lan tardlo, yang maknanya tidak akan pernah ridla.

Demikian tabiat kaum Kafir terhadap keimanan dan kebenaran. Tersebab dengkinya, maka Allah redupkan cahaya hidayah di dalam hati-hati mereka, ditutupkan bashiir-nya dari kebenaran, sampai akhirnya mereka tidak mampu menangkap sinyalnya meskipun kebenaran itu didekatkan atau bahkan dipampangkan begitu nyata di hadapannya. Bukan karena Allah tidak adil, menjadikan mereka tenggelam dalam kemaksiatan, melainkan karena mereka sendiri yang memilih dengan perasaannya. Kalau saja mereka mau berpikir, niscaya mereka akan terarus pada kebenaran berdasarkan kesadaran pemikirannya.

Apa yang terjadi saat ini adalah apa yang kita sebut sebagai Sunnatullah, Hukum Alam. Setiap dari kita tidaklah mungkin mengetahui bagaimana desain narasinya. Seolah seperti bola salju yang hari ini makin membesar pengaruhnya. Maka tentu saja tidak bisa tidak kita pikirkan kebesaran Allah dibalik semua fenomena ini. Apa yang menjadi janji Allah bahwa Islam akan dimenangkan di akhir zaman, tanda-tandanya bisa jadi telah nampak sebagaimana saat ini yang diawali dengan nampaknya kesadaran Ummat mendekat pada ketaatan.

Betapapun dahsyatnya manusia menerka, tetap Allah yang mengaturkan narasinya. Demikianlah Sunnatullah adanya, ia adalah apa yang berada di luar wilayah yang dikuasai manusia. Kita tidak akan ditanya soal qadla ini, sebab memang ia diluar kuasa kita manusia biasa. Tapi pasti Allah akan menanyai apa dan bagaimana peran kita di dalamnya?

Sederhananya, bila kita melihat kesemua arah kebaikan ini adalah Sunnatullah adanya, maka membendung narasinya adalah sia-sia. Betapa tidak, sebab seolah-olah mereka tentu saja berhadapan langsung dengan Allah, Rabb Pengatur Semesta.

Sebagai contoh stigmatisasi istilah Khilafah, bendera tauhid, penolakan kajian Ustadz, atau bahkan penolakan festival Muslim United yang baru-baru ini terjadi di Yogyakarta, dan banyak lagi fenomena ‘janggal’ yang lainnya. Terkesan mengada-ada alasannya, utamanya berbelit pada soalan teknis peminjaman tempat, atau penolakan yang tidak berdasar alasan yang jelas selain hanya kekhawatiran.

Betapapun kerasnya kebenaran ini dihalangi, Allah tetap punya cara-Nya untuk memenangkan Dien ini. Semakin jelas nampak biasnya di hadapan kita, bahwa di akhir zaman ini batas hitam dan putih sudah jelas perbedaannya. Maka mesti jelas pula bagi kita, pada sisi mana arah kecondongan kita memihaknya. Tersebab hidup adalah soal memilih maka semua ini adalah berdasar pilihan, tentu kita tidak ingin merugi pada pilihannya.

Sebagai seorang muslim, kita mesti memilih berdasar apa yang menjadi keyakinan kita terhadap kebenaran itu berdasar apa yang menjadi pedoman hidup kita pula. Bukan berdasar perasaan, relevansi kekinian, dan segala apa yang bukan dari nilai Islam. Ada banyak fitnah yang hari ini tengah mengungkung kita dan akan terus terjadi sampai hari Akhir tiba. Fitnah yang akhirnya menjadikan kaum muslimin itu sendiri ragu akan identitasnya sebagai seorang muslim. Maka tidak ada pilihan lain sebetulnya selain kita mesti menguatkan benteng iman kita dalam menghadapinya. Hadanallah waiyyakum. *

Salsabila Maghfoor

Koordinator Pena Langit

 

 

 

 


latestnews

View Full Version