View Full Version
Kamis, 28 Nov 2019

Negeri Sertifikasi

Chusnatul Jannah

[Penulis adalah Aktivis Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban]

MUI melakukan terobosan dalam rangka menangkal radikalisme dan terorisme. Standarisasi dai menjadi program MUI bersama pemerintah. Program ini sifatnya tidak mengikat para dai untuk mendaftarkan diri dalam sertifikasi.

Menurut Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Cholil Nafis, setidaknya ada tiga pokok yang menjadi dasar standardisasi dai oleh lembaganya. Para dai yang mengantongi rekomendasi MUI harus menganut ajaran ahlusunah waljamaah, pro-NKRI dan, serta isi ceramahnya tidak bikin onar.

Dia menekankan, agar para dai harus membangun ukhuwah Islamiyah, tidak memicu perpecahan dan perselisihan. Program ini tidak bermaksud membatasi ceramah para dai. Hanya saja jika mengikuti program ini, maka MUI akan merekomendasikan dai tersebut sebagai penceramah yang sudah bersertifikat. Sifatnya tidak wajib dan hanya berupa panduan berceramah.

Ketua bidang Infokom MUI, Masduki Baidlowi menambahkan, dai yang akan berdakwah, berkhutbah di masjid pemerintah adalah mereka yang sudah direkomendasi MUI setelah disertifikasi. Adapun dai yang tidak mengantongi sertifikat tetap bisa berceramah. Hanya saja dia tidak masuk daftar rekomendasi MUI.

Sejauh ini narasi radikalisme masih ambigu. Multitafsir dan belum distandarisasi. Artinya, jangan sampai program sertifikasi dai ini mengesankan bahwa program ini adalah 'pesanan' penguasa. Sebab selama ini gaung radikalisme seringkali dinyaringkan secara serempak oleh penguasa beserta jajaran di bawahnya. MUI adalah lembaga independen. MUI tidak berafiliasi dengan kepentingan apapun. Independensinya harus tetap terjaga sebagai wakil suara umat dari berbagai lintas ormas, madzhab, dan kelompok.

MUI seperti latah dengan sertifikasi. Setelah sertifikasi nikah, lahir sertifikasi ulama. Negeri ini penuh sertifikat. Ada sertifikasi guru, sertifikasi pra nikah, dan sertifikasi ulama. Berbicara sertifikasi, bagaimana bila negara juga membuat program sertifikasi penguasa dan pejabat negara?

Sepertinya hal ini juga penting. Agar tak ada istilah mantan napi, koruptor, atau penista menduduki jabatan strategis di pemerintahan. Kalau guru saja harus dituntut profesional dengan program sertifikasi, bukankah lebih utama pula untuk pejabat negara?

Negeri ini bukan saja membutuhkan sertifikasi ulama untuk menangkal radikalisme. Namun juga membutuhkan sertifikat sistem yang mampu melawan kapitalisme. Sertifikat penguasa dan pejabat yang  amanah, jujur, dan tidak korupsi. Adil kan? Jangan hanya pihak rakyat yang harus disertifikasi ini itu. Namun penguasanya tak distandarisasi. Kami sebagai rakyat menunggu gebrakan itu. Berani? [PurWD/kontenislam/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version