View Full Version
Rabu, 08 Jul 2020

Konsep "Tangguh Semeru" di Jawa Timur, Solusi Tatanan Baru ?

 

Penulis : Sri Indrianti

Mengiringi kebijakan new normal, digulirkanlah konsep "Tangguh Semeru" di Provinsi Jawa Timur. Semeru merupakan singkatan dari Sehat Aman Tertib dan Rukun. Konsep Tangguh Semeru ini awalnya meliputi Kampung Tangguh dan Pesantren Tangguh. Namun dengan berjalannya waktu, konsep tangguh ini semakin diperluas yakni meliputi Terminal Tangguh, Pasar Tangguh,   Pariwisata Tangguh, dan Kawasan Anak Tangguh.

Konsep Tangguh Semeru ini begitu giat dilaksanakan di berbagai pemerintah kabupaten yang ada di wilayah Provinsi Jawa Timur. Program ini disinyalir bisa menekan angka kasus penyebaran Covid 19. Bahkan untuk konsep Kampung Tangguh Semeru diadopsi secara nasional dengan nama Kampung Tangguh Nusantara, karena dianggap efektif dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk bersama-sama. (suarasurabaya.net, 11/6/2020)

Sinyal Negara Lumpuh

Program Tangguh Semeru yang diprakarsai Polda Jawa Timur ini patut mendapatkan apresiasi. Program ini mampu membuat masyarakat dari berbagai kalangan untuk bergerak bersama-sama memutus rantai penyebaran Covid 19. Namun ada hal yang tak boleh dilupakan. Yakni keterlibatan negara dalam membuat kebijakan yang signifikan sehingga Program Tangguh Semeru ini tidak akan berlalu dengan sia-sia.

Seperti yang kita ketahui, Jawa Timur memiliki angka kasus harian yang cukup tinggi. Dilansir dari tirto.id per tanggal 4 Juli 2020, Jawa Timur memiliki angka kasus baru sebanyak 413. Sampai saat ini Jawa Timur masih menjadi episentrum virus menggantikan DKI.

Dengan angka yang masih cukup tinggi ini, semestinya segera dievaluasi terkait pelaksanaan Program Tangguh Semeru. Karena sejauh ini program tersebut tidak dibarengi dengan kebijakan dari negara untuk mendukung kesuksesan Program Tangguh Semeru.

Contohnya, dikeluarkannya kebijakan New Normal Life yang membuat masyarakat bisa bebas berkeliaran dari satu wilayah ke wilayah lain. Pemerintah berdalih ini dilakukan untuk menyelamatkan perekonomian masyarakat. Padahal dengan adanya kebijakan ini semakin membuat penyebaran Covid 19 tidak terkendali.

Program Bantuan Sosial yang tidak merata semakin menambah polemik penanganan Pandemi Covid 19. Pun juga dengan kebijakan yang mencekik masyarakat di tengah derita pandemi. Seperti kenaikan BPJS dan tarif listrik.

Sebaliknya, terlihat masing-masing pemerintah kabupaten mengupayakan secara swadaya untuk melaksanakan Program Tangguh Semeru ini. Terlibat di dalamnya berbagai kalangan masyarakat demi kesuksesan Program Tangguh Semeru. Padahal program ini tidak akan memberikan dampak signifikan jika negara tidak membuat kebijakan yang sejalan. Negara saat ini justru mengeluarkan kebijakan lain yang tidak ada hubungannya dengan penanganan penyebaran Covid 19.

Penanganan penyebaran Covid 19 yang dilakukan masing-masing pemerintah daerah secara swadaya ini merupakan sinyal negara lumpuh. Negara yang menganut Sistem Kapitalisme ini sebenarnya babak belur menangani Pandemi Covid 19. Ini semua terjadi karena negara sejak awal terjadi pandemi, tidak melakukan prioritas utama penanganan. Aspek ekonomi masih menjadi prioritas utama.

Negara seakan menutup mata dari pendapat para ahli yang meminta untuk melakukan karantina wilayah sebagaimana yang tercantum dalam  Undang-undang Kesehatan ketika terjadi wabah. Negara tidak mengambil langkah ini dengan beralasan tidak memiliki dana. Karena jika ditempuh karantina wilayah negara harus menjamin kebutuhan primer masyarakat tanpa memandang status sosial. Maka diambillah karantina versi ekonomis yakni PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) disertai bantuan sosial ke masyarakat membutuhkan. Ternyata justru ini menambah polemik baru di masyarakat karena tidak tepat sasaran. Bahkan akhirnya PSBB dicabut dan dikeluarkanlah kebijakan New Normal Life yang semakin menunjukan negara abai dalam menangani pandemi.

Islam Mengatasi Wabah

Dalam Kitab The Canon of Medicine karya ilmuwan muslim Ibnu Sina atau Avicenna terdapat penjelasan mengenai karantina ketika terjadi wabah. Metode ini disebut beliau dengan istilah  al-arba’iniyyat (40 harian) lalu dikenal dalam bahasa Itali dengan quarantine yang kemudian diserap dalam bahasa Indonesia menjadi karantina.

Buku wajib dunia kedokteran ini menjelaskan bahwa  karantina dilakukan untuk mengawasi penyebaran penyakit menular. Karantina diharapkan bisa menekan infeksi penyakit, sehingga jumlah kasus tidak bertambah.

Kitab Kedokteran karya Ibnu Sina ini menjadi kitab  rujukan bagi ilmu kedokteran di dunia Islam dan eropa selama berabad-abad.  Ternyata konsep karantina yang pernah dilakukan Ibnu Sina ribuan tahun silam masih relevan dalam pembatasan penyebaran wabah Covid 19 saat ini.

Sebenarnya konsep karantina juga pernah lebih dahulu dilakukan oleh Rasulullah SAW saat terjadi wabah kusta. Begitu juga konsep ini juga dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab saat terjadi wabah tha'un di wilayah Syam.

Tentu saja proses karantina ini juga disertai dengan pemberian fasilitas kesehatan yang memadai baik penderita maupun paramedis. Pemenuhan kebutuhan primer pun menjadi hak masyarakat yang ada di wilayah wabah. Dari sini berarti terbukti bahwa Islam telah memberikan solusi yang tepat terkait penanganan wabah. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version