Oleh: Tardjono Abu Muas (Pemerhati Masalah Sosial)
Berbicara tentang Bebek, tentu sebagian besar dari kita telah mengenal keberadaan dan karakter hewan unggas yang satu ini.
Bebek, dalam ranah kehidupan berkoloninya telah mengajarkan kepada kita tentang keteraturan dan kedisiplinan yang tinggi soal budaya antri. Selain itu, bebek telah mengajarkan kepada kita pula tentang makna selektifitas makanan yang dikonsumsi.
Dengan paruhnya yang lebar dan pipih akan memudahkan bebek mencari makanan, kendatipun paruhnya harus masuk ke dalam lumpur sekalipun.
Dari dalam lumpur yang terlihat kotor dan menjijikkan, paruh bebek telah bisa memilah dan memilih mana makanan yang sekiranya baik untuk dikonsumsi.
Untuk itu, jika ada manusia yang telah diberikan kelebihan akal oleh Allah SWT lalu tak bisa membedakan mana yang halal dan haram dalam memperoleh dan mengonsumsi makanan, bisakah dikatakan bahwa tingkat intelektualitas manusia lebih rendah daripada bebek?
Selain terdapat kelebihannya, tak pelak bebek pun punya segi kekurangannya dimana bebek terlalu patuh terhadap peternak atau penggembalanya. Ia digiring ke kanan maka akan nurut ke kanan, demikian pula jika digiring ke kiri ia pun akan nurut ke kiri. Bahkan digiring ke jurang pun maka bebek akan mau-mau saja masuk ke jurang.
Dari kekurangan bebek tersebut di atas, maknanya bahwa arah hidup kita harus tidak seperti bebek yang selalu menurut apa kata majikan atau cukong yang memenuhi kebutuhan hidupnya. Lebih berbahaya lagi jika para pemimpin atau penentu kebijakan suatu negara, lalu arah pemikirannya sudah sangat dipengaruhi oleh cukong yang mengendalikannya.
Bebek juga kita kenal adalah binatang yang paling cuek. Hal ini bisa kita lihat dan saksikan jika barisan bebek sedang melintas di jalan raya, maka barisan bebek ini akan berjalan melenggak-lenggok tenang-tenang saja walau ada pengendara mobil atau sepeda motor yang mau melintas sudah membunyikan klakson sekeras-kerasnya. Maka kita tak asing lagi sering mendengar ungkapan, "cuek-cuek bebek".
Sikap atau karakter "cuek-cuek bebek" ini semoga tidak melekat dalam diri kita, terlebih jangan sampai melekat dalam diri seorang pemimpin negara beserta para penentu kebijakan. Akan sangat berbahaya jika sikap "cuek-cuek bebek" ini melekat dalam diri penentu kebijakan sebuah negara, maka pada gilirannya kepercayaan rakyat terhadap pemimpinnya akan pudar dan hilang dengan sendirinya, bak balada bebek dalam kehidupan.