Oleh: M Rizal Fadillah (Pemerhati Politik dan Kebangsaan)
Rencana kunjungan Menlu AS Mike Pompeo ke Indonesia seperti kunjungan biasa dalam hubungan bilateral. Tetapi nampaknya tidak sesederhana itu. Ada misi dan pesan strategis yang dibawa dan harus dibaca. Pada sudut ekstrim selayaknya Presiden Jokowi dibuat ketar ketir.
Ketarnya, berkaitan dengan "warning" peningkatan kekuatan armada perang AS di Laut Cina Selatan yang menyiapkan pangkalan pangkalan militer di beberapa negara Asia Tenggara. Indonesia mesti melakukan pilihan atas peningkatan suhu perang panas dingin AS dan Cina.
Ketirnya, menyangkut suhu politik nasional dimana Pemerintah Jokowi yang dianggap pro Cina menghadapi gejolak berkelanjutan aksi buruh dan mahasiswa akibat kebodohan dalam memproduk UU ala komunisme, Omnibus Law. Posisi Pompeo berjuang bersama pengunjuk rasa yang berdampak pada memanasnya kursi Presiden.
Kunjungan Pompeo sebagai "panglima" tentara sekutu juga dibarengi oleh dua hal, pertama dikirim Dubes baru AS Sung Yong Kim mantan Jaksa dan ahli intelijen berdarah Korea sebagai kejutan dan tekanan.
Korea adalah pesaing Cina dalam investasi di Indonesia. Korea Selatan adalah contoh persahabatan politik AS yang permanen dan saling menjamin.
Kedua, didahului oleh analisis "akademik" Australia dan Inggris. Prof. Greg Fealy dari ANU yang menyatakan Pemerintahan Jokowi semakin represif khususnya kepada umat Islam, dan media Inggris The Economist yang menyebut Jokowi otoriter. Sinyal bahwa kelompok pro demokrasi mesti disokong dan wajar jika mengadakan perlawanan terhadap rezim otoriter.
Ketar ketir Jokowi ditandai oleh gelisahnya "kwek kwek" Jokowi. Ade Armando menyebut tingkat kepercayaan yang merosot Jokowi akibat peran "inner circle" nya. Deny Siregar mewanti-wanti GP Ansor atas rencana agenda pertemuan dengan Mike Pompeo. Pompeo tentu faham betul siapa pasukan dan anak buah Yaquts ini.
Undangan Mark T. Esper Menhan AS kepada Menhan RI ke Pentagon adalah kunci pembuka. Bukan perang AS dan Cina yang akan terjadi, tetapi perang pengaruh yang sedang dimainkan. Amerika bukan anak kemarin sore dalam kemampuan menciptakan "proxy war" dan "clandestine operation".
Jadi, wajar saja jika kunjungan Mike Pompeo di situasi Indonesia seperti ini membuat ketar ketir Pak Jokowi. Luhut sang Menko Investasi juga nampaknya ikut mengerutkan dahi. Kadung telah lama terjebak oleh "China's debt-trap diplomacy".