View Full Version
Senin, 18 Jan 2021

Setiap Jiwa Milik Allah

 

Oleh:

Fita Rahmania, S.Keb., Bd. || Aktivis Fikrul Islam

 

KABAR duka kembali datang dari dunia penerbangan di tanah air. Tepat pada tanggal 9 Januari 2020 pesawat Sriwijaya Air SJ-182 rute penerbangan Jakarta-Pontianak jatuh di perairan Kepulauan Seribu setelah empat menit lepas landas pada pukul 14.30 WIB.

Dilansir dari kompas.com, Sesuai dara flightradar 24 dan kronologi yang disampaikan Kementerian Perhubungan, pesawat Sriwijaya Air bernomor penerbangan SJ-182, Jenis Boeing 737-500 dan nomor registrasi PK-CLC initake off atau lepas landas di Soekarno - Hatta pukul 14.30 WIB.

Empat menit setelah lepas landas, data mencatat ketinggian tertinggi pesawat mencapai 100.900 kaki atau sekitar 3.324 meter. Pesawat tercatat sempat mengontak Jakarta Approach dan diizinkan menuju ke ketinggian 29.000 kaki. Dalam hitungan detik, pesawat terpantau kehilangan ketinggian secara drastis menjadi 8.950 kaki atau 3.324 meter hanya dalam waktu 15 detik. Beberapa detik kemudian, pesawat terus kehilangan jelajah ketinggian dan tercatat berada di 5.400 kaki atau 1.646 meter. Yang terakhir, jelajah ketinggian pesawat terpantau sudah berada di titik 250 kaki atau 76,2 meter hanya dalam waktu sekitar 7 detik. Menurut Kementerian Perhubungan, pesawat hilang dari radar pada pukul 14.40 WIB.

Terlepas dari penyebab pasti terjadinya kecelakaan, terdapat fakta bahwa sebanyak 62 nyawa telah pergi secara bersamaan dalam hitungan menit bahkan detik. Baik yang tua maupun muda, semua hilang bersama sang burung besi. Tentu hal ini merupakan pukulan berat bagi keluarga yang ditinggalkan kehilangan orang-orang terkasih. Mereka pergi tanpa pamit ataupun kata perpisahan. Hanya utaian doa yang dapat sampai kepada mereka sebagai tanda cinta, agar almarhum-almarhumah mendapatkan ampunan dosa dan diterima segala amal baiknya.

Bagi yang hidup peristiwa ini adalah peringatan keras, bahwa tidak ada yang bisa mengundur kapan datangnya ajal. Allah SWT. selalu tepat waktu. Manusia tidak dapat lari, selain hanya mempersiapkan kematian dengan sebaik-baiknya. Sebagaiman firman Allah:

قُلْ إِنَّ ٱلْمَوْتَ ٱلَّذِى تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُۥ مُلَٰقِيكُمْ ۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Jumu’ah: 8).

Manusia sebagai hamba Allah yang diturunkan ke bumi hanya untuk beribadah yakni melakukan segala yang diperintahkan-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Tidak ada pilihan lain bagi seorang hamba untuk tidak terikat syariat Islam, yaitu aturan yang ditetapkan Allah bagi seluruh manusia dalam menjalankan seluruh aspek kehidupan. Baik itu yang menyangkut hubungannya dengan Allah, yakni amalan ibadah maghdoh seperti sholat, puasa, dzikir, doa, dll, serta hubungannya dengan sesama manusia yaitu dalam hal bermuamalah. Dan juga hubungannya dengan dirinya sendiri yang meliputi tatacara berpakaian, makan, minum, dll. Dengan demikian, manusia dapat meraih ketaatan kepada Allah secara total. Allah SWT. berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu adalah musuh nyata kalian (TQS al-Baqarah [2]: 208).

Menjelaskan ayat ini, Imam Ibnu Katsir ra. berkata, “Allah SWT memerintah para hamba-Nya yang beriman kepada-Nya serta membenarkan Rasul-Nya untuk mengambil seluruh ajaran dan syariah Isam; melaksanakan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan-Nya sesuai kemampuan mereka.” (Tafsir Ibn Katsir, 1/565).

Dengan ketaatan yang total, manusia dapat mempersiapkan kematian sebaik-baiknya hingga tidak timbul penyesalan dan kerugian di kemudian hari. Hari ketika manusia dikumpulkan di padang Mahsyar guna mempertanggung jawabkan seluruh amalan ketika di dunia. Apabila amalan baik lebih berat timbangannya maka surga jadi tujuannya, namun sebaliknya bila alaman buruk yang lebih berat maka sudah jelas nerakalah tempatnya. Sesungguhnya hidup di dunia tak lebih dari sebuah peristirahatan semata, jadi tidak boleh kita sia-siakan.


latestnews

View Full Version